MAKALAH
FISIOLOGI TUMBUHAN
“DORMANSI”
Dosen Pengampu:
Dra. Hj. Muswita, M.Si
Disusun Oleh
Kelompok 7 :
Diah Suliandani (A1C414034)
Ema Ratna Furi (A1C414001)
Helda Dwi Utami (A1C414001)
Nuriyana Eka
Arsanti (A1C414001)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Dormansi”.
Penulis
menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan juga tidak terlepas dari bantuan Ibu Dra. Hj.
Muswita, M.Si sebagai dosen pengampu dan berbagai pihak lainnya yang turut menjadi
sumber dalam pembuatan laporan ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam
proses penulisan makalah ini belum bisa dikatakan sempurna, baik materi maupun
cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai
dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan, saran, dan usul, yang berguna dalam penyempurnaan laporan
ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Jambi,
20 April 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL …………………………...…………… i
KATA PENGANTAR ……………………………...………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………...… iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang …….….……………………............... 1
1.2 Tujuan
…….….……………………............... 2
1.3 Manfaat
…….….……………………............... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Dormansi .........………………................. 3
2.2 Dormansi
Pada Biji ..........………………................. 4
2.3 Dormansi
Pada Tunas ..........………………................. 10
2.4 Faktor
yang menyebabkan Dormansi ........................................ 12
2.5 Cara
mengatasi Dormansi ........................................ 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………… 18
3.2 Saran …………………………… 19
DAFTAR PUSTAKA …………………………………… 20
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dormansi adalah keadaan biji yang tidak berkecambah
atau dengan kata lain tunas yang yang tidak dapat tumbuh (terhambatnya
pertumbuhan) selama periode tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor intern
dalam biji atau tunas tersebut. Suatu biji dikatakan dorman apabila biji
tersebut tidak dapat berkecambah, setelah periode tertentu, meski faktor-faktor
lingkungan yang dibutuhkan tersedia.
Seperti yang telah kita ketahui, dormansi
ditunjukkan oleh suatu rentang besar organ tanaman dari berbagai morfologi. Misalnya
pada tunas, dormansi dapat terjadi pada pucuk sebuah tanaman berkayu, sebuah
umbi dari kentang, ataupun sebuah rhizome. Benih merupakan komponen penting
teknologi kimiawi-biologis yang pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman
pangan masih menjadi masalah karena produksi benih bermutu masih belum
dapat mencukupi permintaan pengguna/petani. Benih dari segi tehnologi diartikan
sebgai organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman
yang tersimpan dalam wahana tertentu
yang digunakan sebagai penerus generasi.
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan
tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya
perkecambahan. Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau
seluruh benih menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering
dihadapi oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi
dormansi tersebut.
Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak
secara fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin
setelah benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih
dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari
embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud
dengan dormansi?
2.
Bagaimana dormansi pada
biji?
3.
Bagaimana dormansi pada
tunas?
4.
Faktor apa sajakan yang
menyebabkan dormansi?
5.
Bagaimana cara
mengatasi dormansi?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuahan
ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui apa
itu dormansi.
2.
Untuk mengetahui
dormansi pada biji.
3.
Untuk mengetahui
dormansi pada tunas.
4.
Untuk mengetahui faktor
yang menyebabkan dormansi.
5.
Untuk mengetahui cara
mengatasi dormansi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Dormansi
Dormansi
adalah kondisi biji yang gagal berkecambah karena kondisi-dalam, walaupun
kondisi-luar (misalnya suhu, kelembapan, dan atmosfer) sudah sesuai
(Salisburry, 1995: 195).
Dormansi
merupakan istilah yang digunakan terhadap biji-biji yang gagal dalam
berkecambahan karena disebabkan beberapa faktor dari luar. Dormansi adalah
suatu proses yang terhambatnya pertumbuhan biji walaupun lebih yang diberikan
faktor lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan biji. Dormansi merupakan waktu
tidur biji, sebelum biji segera tumbuh menjadi tanaman baru, di mana masa-masa
dormansi dari masing-masing tumbuhan berbeda (Loveless, 1987).
Dormansi
dapat didefenisikan sebagai suatu keadaan pertumbuhan dan metabolisme yang terpendam,
dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak baik atau faktor dari dalam
tumbuhan itu sendiri.
Dormansi
merupakan suatu mekanisme untuk mempertahankan diri terhadap suhu yang sangat
rendah (membeku) pada musim dingin, atau kekeringan di musim panas yang
merupakan bagian penting dalam perjalanan hidup tumbuhan tersebut. Dormansi
harus berjalan pada saat yang tepat, dan membebaskan diri atau mendobraknya
apabila kondisi sudah memungkinkan untuk memulai pertumbuhan.
Dormansi
adalah suatu penundaan pertumbuhan selama periode tertentu, keadaan ini
ditemukan pada biji, tunas, umbi, atau rizom. Bagian tanaman tersebut tetap
variable, terjadi reduksi aktivitas metabolisme dan hal ini sangat erat
hubungannya dengan faktor luar yang sangat berpengaruh untuk terjadi dormansi.
Faktor dalam yang mempengaruhi dormansi antara lain adalah senyawa-senyawa
tertentu yang bersifat sebagai penghambat, dalam hal ini termasuk ABA. Pada
biji, yang embrionya belum mencapai kematangan morfologis karena tidak cukupnya
nutrisi juga merupakan salah satu faktor dalam yang dapat menyebabkan dormansi.
2.1
Dormansi
Pada Biji
Dormansi biji adalah kondisi biji yang masih hidup
tetapi tidak aktif, berada dalam kondisi kering (kelembabannya kurang) dan
tidak dapat (gagal) berkecambah selama periode waktu tertentu karena faktor
internal biji. Biji kuisen (quiscence) adalah biji yang tidak dapat berkecambah
apabila faktor luar tidak memenuhi persyaratan. Keadaan ini akan berakhir
hingga adanya kondisi yang menguntungkan untuk perkembangan.
Ciri-ciri
biji yang mempunyai dormansi adalah:
1.
Jika kulit dikupas, embrio tumbuh
2.
Embrio mengalami dormansi yang hanya
dapat dipatahkan dengan suhu rendah
3.
Embrio tidak dorman pada suhu
rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih
rendah lagi
4.
Perkecambahan terjadi tanpa
pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
5.
Akar keluar pada musim semi, namun
epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim
dingin) Biji bersifat light sensitive.
Dormansi biji berhubungan dengan usaha benih untuk
menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan
untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji
maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk
mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi
dormansi embryo.
Dormansi biji merupakan keadaan dimana biji tidak
dapat berkecambah meskipun kondisi untuk berkecambah telah memadai. Hal ini
biasanya terjadi karena hal-hal berikut :
1.
Adanya pelapis biji yang sulit
ditembus air
Biji
memiliki pelapis-pelapis berupa perikarp, testa, perisperma dan endosperma.
Pelapis-pelapis tersebutlah yang mengakibatkan terhalangnya pertukaran oksigen
dan penyerapan air. Selain itu, adanya pelapis-pelapis tersebut juga
menyebabkan kegagalan dalam memobilisasi cadangan makanan dari endosperma/
perisperma. Testa merupakan lapisan yang impermeabel terhadap air jika baru
dialiri air, oleh karena itu dormansi di tanah dapat dipertahankan sampai
lapisan tersebut dirusak oleh organisme – organisme mikro tanah. Ada pula pada
beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat masuk kedalam biji karena
terhalang oleh gabus (sumpal strofiolar). Terhalangnya air dan oksigen kedalam
biji dapat diatasi dengan goncangan dan skarifikasi (penggoresan).
Pemecahan
kulit biji dinamakan skarifikasi atau penggoresan. Untuk itu digunakan pisau,
kikir dan kertas amplas. Di alam, goresan tersebut mungikin terjadi akibat
kerja mikroba, ketika biji melewati alat pencernaan pada burung atau hewan
lain, biji terpajan pada suhu yang berubah-ubah, atau terbawa air melintasi
pasir atau cadas. Di laboratorium dan bidang pertanian (bila perlu) digunakan
alkohol atau pelarut lemak lain (yang menghilangkasn badan berliln yang
kadang menghalangi masuknya air) atau asam
pekat. Sebagai contoh, perkecambahan biji kapas dari berbagai tanaman kacangan
tropika dapat sangat dipacu dengan merendam biji terlebih dahulu dalam asam
sulfat selama beberapa menit sampai satu jam, dan selanjutnya dibilas untuk
menghilangkan asam itu (Salisbury dan Ross, 1995:197).
2.
Belum dewasanya embrio
Pada
beberapa biji, tidak tejadinya perkecambahan disebabkan karena embrio belum
sempurna pertumbuhannya atau belum matang. Biji-biji tersebut memerlukan jangka
waktu tertentu agar dapat berkecambah. Biji-biji ini biasanya ditempatkan pada
temperatur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap terjaga sampai
embrio terbentuk sempurna dan dapat berkecambah.
3.
Adanya senyawa-senyawa penghambat
osmotik dan kimia
Senyawa
penghambat kimia sering juga terdapat dalam biji, dan senyawa penghambat ini
harus dikeluarkan lebih dahulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Di
alam, bila terdapat cukup curah hujan yang dapat mencuci penghambat dari biji,
tanah akan cucup basah bagi kecambah baru untuk bertahan hidup (Went, 1957).
Hal ini khususnya penting di gurun, karena kelembapan lebih menentukan daripada
faktor lain seperti suhu. Vest (1972) mendapatkan bahwa biji Atriplex
mengandung cukup banyak natrium klorida untuk menghambat perkecambahan biji
secara osmotik. biasanya senyawa penghambat lebih rumit daripada garam dapur
dan penghambat mewakili berbagai macam kelompok senyawa organik. Beberapa di
antaranya adalah kompleks pelepas-sianida (khususnya biji Rosaceae), sedangkan
lainnya adalah senyawa pelepas-amonia (Salisbury dan Ross, 1995:198).
ü Tipe-Tipe Dormansi
Secara umum
menurut Aldrich (1984) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu :
A.
Innate dormansi
(dormansi primer)
Dormansi primer adalah dormansi yang paling sering terjadi, terdiri dari dua sifat: (1)
dormansi eksogenous yaitu kondisi dimana komponen penting perkecambahan tidak
tersedia bagi biji dan
menyebabkan kegagalan dalam perkecambahan. Tipe dormansi tersebut berhubungan
dengan sifat fisik dari kulit benih serta faktor lingkungan selama
perkecambahan; (2) dormansi endogenous yaitu dormansi yang disebabkan karena
sifat-sifat tertentu yang melekat pada benih, seperti adanya kandungan
inhibitor yang berlebih pada benih, embrio benih yang rudimenter dan
sensitivitas terhadap suhu dan cahaya.
B.
Induced
dormansi (dormansi sekunder)
Dormansi
sekunder adalah sifat dormansi yang
terjadi karena dihilangkannya satu atau lebih faktor penting perkecambahan. Dormansi
sekunder disini adalah benih-benih yang pada keadaan normal maupun berkecambah,
tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama
beberapa waktu dapat menjadi kehilangan kemampuannya untuk berkecambah.
Kadang-kadang dormansi sekunder ditimbulkan bila benih diberi semua kondisi
yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu. Misalnya kegagalan memberikan
cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya.
Diduga
dormansi sekunder tersebut disebabkan oleh perubahan fisik yang terjadi pada
kulit biji yang diakibatkan oleh pengeringan yang berlebihan sehingga
pertukaran gas-gas pada saat imbibisi menjadi lebih terbatas.
Sedangkan
menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe berdasarkan
mekanisme dormansi di dalam biji, yaitu :
A.
Dormansi Fisik
Dormansi fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan
biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang
mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji. Dengan kata lain,
dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri.
Beberapa penyebab dormansi fisik adalah :
1.
Impermeabilitas kulit biji terhadap air
Biji-biji yang termasuk dalam type dormansi ini disebut sebagai "Biji keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri
dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan
paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.
2.
Resistensi
mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio
Disini kulit biji cukup kuat
sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Jika kulit biji dihilangkan, maka
embrio akan tumbuh dengan segera.
3.
Permeabilitas
yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas
Pada dormansi ini, perkecambahan
akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika tekanan oksigen di sekitar benih
ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai oksigen sangat dibatasi oleh keadaan
kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk kegiatan respirasi embrio. Keadaan ini
terjadi apabila benih berimbibisi pada daerah dengan temperatur hangat.
B.
Dormansi
Fisiologis
Dormansi
Fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi pada umumnya
disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa penghambat maupun
perangsang tumbuh.
Beberapa penyebab dormansi fisiologis adalah :
1.
Immaturity
Embrio
Proses
fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/ belum matang.
Pada dormansi ini perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya
sehingga perkecambahan benih-benih yang demikian perlu ditunda. Sebaiknya benih
ditempatkan pada tempe-ratur dan kelembaban tertentu agar viabilitasnya tetap
terjaga sampai embrionya terbentuk secara sempurna dan mampu berkecambah.
2.
After ripening,
benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu simpan
tertentu agar dapat berkecambah, atau dikatakan membutuhkan jangka waktu
"After Ripening".
After Ripening
diartikan sebagai setiap perubahan pada kondisi fisiologis benih selama
penyimpanan yang mengubah benih menjadi mampu berkecambah. Jangka waktu
penyimpanan ini berbeda-beda dari beberapa hari sampai dengan beberapa tahun,
tergantung dari jenis benihnya.
3. Photodormansi
Proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya. Tidak hanya dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas
cahaya dan panjang hari.
ü Perlakuan Biji Setelah Dormansi
Perkecambahan suatu biji yang telah
mengalami kematangan baru akan berlangsung setelah masa dormasi terlewati,
yaitu suatu keadaan pertumbuhan yang tertunda atau istirahat, merupakan kondisi
yang berlangsung selama suatu periode yang tidak terbatas walaupun berada dalam
keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan. Perkecambahan tidak terlepas pula
dari faktor – faktor lingkungan (Harjadi, 1986).
Secara umum dormansi biji dapat
dipatahkan dengan semua metode meskipun banyak terjadi kontaminasi terhadap
biji dan tanaman yang menyebabkan tumbuhan tidak survive. Hal ini sesuai dengan
literatur (Kartasapoetra ,2003) yang menyatakan bahwa dormansi dapat diatasi
dengan melakukan pemarutan atau penggoresan yaitu dengan menghaluskan kulit
benih agar dapat dilalui air dan udara.
Perkecambahan meliputi
peristiwa-peristiwa fisiologis dan morfologis berikut: imbibisi dan absorbsi
air, hidrasi jaringan, absorbsi oksigen, pengaktifan enzim, transfor molekul
yang terhidrolisis ke sumbu embrio, peningkatan respirasi dan asimilasi,
inisiasi pembelahan dan pembesaran sel serta munculnya embrio (Kurniawati,
2009).
Ontogeni perkecambahan meliputi dua
fase metabolik yang berbeda, yaitu : hidrolisis secara enzimatik terhadap
cadangan makanan yang disimpan dan disintesis jaringan baru dari senyawa yang
dihidrolisis (yaitu dari gula, asam amino, asam lemak, dan mineral yang
dibebaskan) (Harjadi, 1986).
Menurut Goldsworthy (2002) ternyata
didalam bijian berkecambah terdapat beberapa enzim antara lain; alfa amilase,
lipase, peptida hidrolase, amilolitik, protease, isositrat liase, ß-manase,
alfa galaktosidase, aminoliase, dan nitrat reduktase.
2.2
Dormansi
Pada Tunas
Salah
satu aspek pembangunan yang sangat dipengaruhi oleh dormansi suhu. Dormansi
adalah istilah yangditerapkan pada jaringan seperti tunas, biji, umbi-umbian,
dan umbiyang gagal untuk tumbuh meskipun mereka disediakan dengankelembaban
yang cukup dan oksigen pada suhu yang tepat. Tunas yang baru saja memasuki
dormansi, misalnya, dapat dirangsang lebih mudah untuk memperbaharui
pertumbuhan. Sebaliknya, tunas yang telah dikembangkan dormansi penuh mungkin
memerlukan pemulihan jangka panjang untuk memecahkan dormansi dan memperbaharui
pertumbuhan. Dormansi di beberapa organ dapat diberlakukan oleh organ lain di
tumbuhan atau oleh faktor eksternal. Mekanisme kelompok dormansi dibedakan
kesalah satu dari tiga jenis
yaitu
paradormancy, di mana penghambatanpertumbuhan muncul dari bagian lain dari tanaman,
misalnya, dominasi apikal. Ecodormancy, di mana pertumbuhan dikenakan oleh
keterbatasan dalam lingkungan !misalnya, kurangnya air dan endodormancy, di
mana dormansi adalah properti yang melekat pada struktur aktif itu sendiri
(Lang, 1997).
Timbulnya
dormansi
di tunas adalah khas tanggapan pendek hari,
bertepatan dengan daun gugur, menurun aaktivitas cambial, dan peningkatan
kapasitas untuk menahansuhu rendah, atau tahan banting dingin Dalam kayu
beriklimspesies, hari-hari pendek dan suhu menurun dariakhir musim panas dan
musim gugur menginduksi primordia daun untukbentuk tunas skala bukan daun.
Pembentukan sisik diikuti dengan induksi tahan banting dingin danpenghentian
pembelahan sel di meristem. Setelah pertumbuhantelah berhenti dan meristem
telah memasuki dormansi, yang meristem menjadi sensitif terhadap setiap
pertumbuhan-mempromosikan sinyal,
Diduga
bahwa dormansi pada mata tunas, selain disebabkan oleh faktor endogen mata
tunas yang kompleks, juga disebabkan oleh kekurangan salah satu dari beberapa
senyawa yang ditranslokasikan oleh akar ke tunas, seperti: air, garam mineral
dan zat tumbuh (Wiebel et al., 1992). Pertumbuhan akar yang cepat sebelum
trubus (Gambar 1) secara fisiologis dijelaskan oleh Erez (2000), bahwa akar
sebagai sumber sintesis zat tumbuh seperti sitokinin akan berpengaruh terhadap
pemecahan dormansi mata tunas dan lebih awalnya aktivitas akar dapat memacu
pemecahan dormansi pada tunas.
Adanya
dominasi apikal menyebabkan tanaman dapat tumbuh lebih tinggi dan meningkatkan
eksposur tanaman terhadap cahaya matahari. Produksi auksin oleh tunas apikal
berdifusi ke arah bawah tumbuhan dan menghambat pertumbuhan tunas lateral.
Pemotongan tunas apikal beserta hormonnya dapat menyebabkan tunas lateral
dorman yang terletak di bawah untuk mulai tumbuh. Ketika tunas apikal
dihilangkan, sumber auksin hilang. Konsentrasi auksin yang jauh lebih rendah
menyebabkan tunas lateral terpacu untuk tumbuh. Tunas lateral akan lebih
sensitive terhadap auksin daripada tunas apikal. Selanjutnya tunas yang berada
diantara ketiak daun dan batang menghasilkan percabangan baru yang akan
berkompetisi untuk menjadi titik tumbuh.
Gambar
: dormansi tunas apikal
2.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dormansi
Biji yang mengalami dormansi ditandai oleh :
a)
Rendahnya / tidak adanya proses
imbibisi air.
b)
Proses respirasi tertekan /
terhambat.
c)
Rendahnya proses mobilisasi cadangan
makanan.
d)
Rendahnya proses metabolisme
cadangan makanan.
Adapun yang menyebabkan
biji tersebut mengalami dormansi adalah :
1. Faktor
Lingkungan
Salah satu faktor penting yang merangsang dormansi adalah fotoperioda
(panjang hari). Hari pendek (short day) merangsang banyak tumbuhan
kayu menjadi dorman. Dalam hal respon perbungaan, daun harus diinduksi untuk
menghasilkan zat penghambat (inhibitor) atau hormone, yang diangkut ke
tunas-tunas dan menghambat pertumbuhan. Penghambatan ini dapat dihilangkan
dengan induksi hari panjang (long day) atau dengan memberikan asam giberelat.
Pada dasarnya pendinginan secara
sendiri tidak penting dalam menginduksi dormansi, dan dormansi tidak akan
diinduksi dengan hari pendek apabila suhu terlalu rendah untuk melaksanakan
metabolisme aktif. Tetapi pada kenyataannya terlihat bahwa pendingin merupakan
prasyarat yang sangat penting untuk membuka dormansi.
Kurangnya air penting dalam memulai
dormansi pada beberapa tumbuhan, terutama pada dormansi untuk mempertahankan
hidup pada keadaan panas dan kering. Selanjutnya, berkurangnya nutrient
terutama nitrogen, dapat merupakan penyebab terjadinya dormansi pada beberapa
tumbuhan.
2. Asam
Absitat (ABA)
Ahli fisilogi Inggris, P.F.Wareing
dkk, menemukan bahwa ekstrak daun Betula
pubscens yang dipelihara dalam kondisi hari pendek, yang mengandung zat
yang sangat menghambat perpanjangan koleoptil Avena. Mereka menemukan bahwa pembentukan zat penghambat tersebut,
terjadi sebelum dormansi berjalan. Pada tahun 1963, mereka berhasil mengisolasi
zat penghambat tersebut dari tanaman Acer
pseudoplatanus, yang mereka sebut dengan nama dormin. Sementara itu
kelompok lain di Amerika di bawah pimpinan F.T.Addiccot, yang mempelajari
proses pentuaan, yang mereka sebut sebagai absisin II. Secara kebetulan absisin
II ini dikemukakan beberapa hari sebelum dormin, yang kemudian diketahui
ternyata kedua zat tersebut sekarang dikenal dengan nama asam absisat (ABA). Asam absisat terjadi secara luas pada bagian tumbuhan dan terlibat dalam
dormansi.
Berbagai gejala
dormansi dan penuaan yang dapat diinduksi dengan pemberian ABA yaitu :
memelihara dormansi, menghambat perkecambahan, menghambat sintesis enzim pada
biji yang diinduksi giberelin, menghambat perbungaan, pengguguran tunas,
pengguguran buah, penuaan daun, dsb.
3. Interaksi
ABA Dengan Zat Tumbuh Lainnya
Pemberian ABA
harus terus menerus bila efek yang diinginkan tetap terpelihara, apabila
pemberian ABA dihentikan, pertumbuhan dan metabolisme yang aktif akan kembali. Hal ini akan disebabkan oleh beberapa zat yang merangsang pertumbuhan akan
mengantagoniskan efek ABA. Banyak percobaan menunjukkan bahwa asam giberelat
(GA) memberi efek mengantagoniskan ABA. Apabila organ yang dorman, misalnya
biji Lactuca yang disimpan di tempat
gelap dan diberi ABA ekstra, pemberian GA dengan konsentrasi yang tinggi
sekalipun, tidak akan menanggulangi penghambatan oleh ABA. Dalam keadaan
seperti ini, pemberian kinetin dapat melawan efek ABA, dan GA dapat merangsang
perkecambahan.
Hubungan antara GA dan ABA ini
sangat menarik. GA dapat merangsang tumbuhan hari panjang (long day) berbunga,
sebaliknya ABA memberikan efek kebalikannya. Meskipun ABA dapat merangsang
perbungaan hari pendek, tetapi prosesnya tidak sama dengan antesin seperti
dikemukakan oleh Chailakhyan. Dalam banyak hal kedua hormon ini memberikan
pengaruh yang berbeda dan berlawanan, tetapi tidak selamanya selalu
mengantagoniskan satu sama lain.
2.4
Cara
mengatasi Dormansi
Ada beberapa cara yang
telah diketahui untuk mengatasi dormansi adalah sebagai berikut :
1. Dengan
Perlakuan Mekanis
Diantaranya
yaitu dengan Skarifikasi dan tekanan. Skarifikasi mencakup cara-cara seperti
mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas, melubangi kulit biji
dengan pisau, memecah kulit biji maupun dengan perlakuan goncangan untuk
benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini
adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap
air atau gas.
Biji-biji dari sweet clover (Melilotus alba)
dan alfafa (Medicago sativa) setelah
diberi perlakuan dengan tekanan hidraulik 2000 atm pada 180C selama 5-20 menit
ternyata perkecambahannya meningkat sebesar 50-200%. Efek tekanan terlihat
setelah benih-benih tersebut dikeringkan dan disimpan, tidak diragukan lagi
perbaikan perkecambahan terjadi disebabkan oleh perubahan permeabilitas kulit
biji terhadap air
2. Dengan
Perlakuan Kimia
Tujuan dari
perlakuan kimia adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada
waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat
dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat
dilalui oleh air dengan mudah.
·
Sebagai contoh
perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum
tanam.
·
Perendaman
benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit.
·
Pemberian
Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM.
Bahan kimia
lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit,
potassium nitrat dan Thiourea. Selain itu dapat juga digunakan hormon tumbuh
antara lain: Cytokinin, Gibberelin dan iuxil (IAA).
3. Perlakuan
Perendaman Dengan Air
Perlakuan
perendaman di dalam air panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh
benih. Caranya yaitu : dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60
- 70˚C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. Untuk
benih apel, direndam dalam air yang sedang mendidih, dibiarkan selama 2 menit
lalu diangkat keluar untuk dikecambahkan.
4. Perlakuan
Dengan Suhu
Cara
yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab
(Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam benih yang
berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi
pembentukan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi
berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili.
5. Perlakuan
Dengan Cahaya
Cahaya
berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan benih dan laju perkecambahan.
Pengaruh cahaya pada benih bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi
juga intensitas cahaya dan panjang hari.
Di bawah
ini adalah tabel tipe-tipe dari dormansi beserta metode pematahan dormansi:
Tipe
dormansi
|
Karakteristik
|
Contoh
spesies
|
Metode
pematahan dormansi
|
|
Alami
|
Buatan
|
|||
Immature
embryo
|
Benih
secara fisiologis belum mampu berkecambah, karena embryo belum masak walaupun
biji sudah masak
|
Fraxinus excelcior, Ginkgo
biloba, Gnetum gnemon
|
Pematangan
secara alami setelah biji disebarkan
|
Melanjutkan
proses fisiologis pemasakan embryo setelah biji mencapai masa lewat-masak
(after-ripening)
|
Dormansi
mekanis
|
Perkembangan
embryo secara fisis terhambat karena adanya kulit biji/buah yang keras
|
Pterocarpus, Terminalia spp,
Melia volkensii
|
Dekomposisi
bertahap pada struktur yang keras
|
Peretakan
mekanis
|
Dormansi
fisis
|
Imbibisi/penyerapan
air terhalang oleh lapisan kulit biji/buah yang impermeabel
|
Beberapa
Legum & Myrtaceae
|
Fluktuasi
suhu
|
Skarifikasi
mekanis, pemberian air panas atau bahan kimia
|
Dormansi
chemis
|
Buah atau
biji mengandung zat penghambat (chemical inhibitory compound) yang menghambat
perkecambahan
|
Buah
fleshy (berdaging)
|
Pencucian
(leaching) oleh air, dekomposisi bertahap pada jaringan buah
|
Menghilangkan
jaringan buah dan mencuci bijinya dengan air
|
Foto
dormansi
|
Biji gagal
berkecambah tanpa adanya pencahayaan yang cukup. Dipengaruhi oleh mekanisme biokimia
fitokrom
|
Sebagian
besar spesies temperate, tumbuhan pioneer tropika humida seperti eucalyptus
dan Spathodea
|
Pencahayaan
|
Pencahayaan
|
Thermo
dormansi
|
Perkecambahan
rendah tanpa adanya perlakuan dengan suhu tertentu
|
Sebagian
besar spesies temperate, tumbuhan pioneer daerah tropis-subtropis kering,
tumbuhan pioneer tropika humida
|
Penempatan
pada suhu rendah di musim dingin
Pembakaran
Pemberian
suhu yang berfluktuasi
|
Stratifikasi
atau pemberian perlakuan suhu rendah
Pemberian
suhu tinggi
Pemberian
suhu berfluktuasi
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan
yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1.
Dormansi merupakan
istilah yang digunakan terhadap biji-biji yang gagal dalam berkecambahan karena
disebabkan beberapa faktor dari luar. Dormansi adalah suatu proses yang
terhambatnya pertumbuhan biji walaupun lebih yang diberikan faktor lingkungan
yang cocok untuk pertumbuhan biji.
2.
Dormansi biji adalah kondisi biji
yang masih hidup tetapi tidak aktif, berada dalam kondisi kering (kelembabannya
kurang) dan tidak dapat (gagal) berkecambah selama periode waktu tertentu
karena faktor internal biji. Ciri-ciri biji yang mempunyai dormansi meliputi jika
kulit dikupas, embrio tumbuh, embrio mengalami dormansi yang hanya dapat
dipatahkan dengan suhu rendah, embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun
proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi, perkecambahan
terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil, akar keluar
pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah
melampaui satu musim dingin) Biji bersifat light sensitive.
3.
Dormansi tunas selain
disebabkan oleh faktor endogen mata tunas yang kompleks, juga disebabkan oleh
kekurangan salah satu dari beberapa senyawa yang ditranslokasikan oleh akar ke
tunas, seperti: air, garam mineral dan zat tumbuh.
4.
Adapun yang menyebabkan
biji tersebut mengalami dormansi adalah faktor lingkungan, asam absisat, dan
interaksi ABA dengan zat tumbuh lainnya.
6. Cara
mengatasi dormansi adalah meliputi dengan perlakuan mekanis, perlakuan kimia,
perendaman oleh air, perlakuan oleh suhu, dan cahaya,
3.2 Saran
Sebagai seorang mahasiswa biologi,
sudah selayaknya kita memiliki pemahaman yang baik mengenai dormansi, untuk
pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang sangat bermafaat
bagi pembaca yaitu pembaca hendaklah menyaring ilmu yang bermanfaat dari
penulisan makalah ini terlebih lagi sumber yang terkait bisa banyak ditemukan
pada buku-buku, jurnal maupun internet.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman.
Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Loveless, A. R.
1987. Prinsip-Prinsip
Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Salisbury, dkk.,
1995. Fisiologi Tumbuhan jilid 3, Bandung:
ITB.
Sutopo, Lita., (1993) Teknologi Benih,
Jakarta Utara: Fakultas Pertanian UNBRAW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar