Jumat, 21 Oktober 2016

SISTEM PERNAFASAN PADA HEWAN INVERTEBRATA



MAKALAH
STRUKTUR HEWAN
SISTEM PERNAPASAN PADA HEWAN INVERTEBRATA

Dosen Pengampu :
Dr. AFRENI HAMIDAH, S. Pt., M. Si

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Nama Anggota Kelompok :
                   1. Indah Sukma Dewi            (A1C414007)
                   2. Rara Virnalia                     (A1C411063)
                   3. Tiara Putri Utami               (A1C414009)
                   4. Lega Sukma                       (A1C414021)
                   5. Nursamsi                                      (A1C414042)
                   6. Emelia Octoviany               (A1C414035)

PROGRAM STUDI  PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2014/2015
KATA PENGANTAR

“Bismillahirrahmanirrahim”

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

            Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan Alam Nabi Muhammad SAW, para sahabat serta pengikutnya hingga akhir zaman.
            Alhamdulillahirobbil’alamiin, tiada kata yang dapat penulis sampaikan selain ucapan syukur kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan ridho-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah struktur hewan tentang sistem pernafasan pada hewan invertebrata.
Dalam penulisan makalah ini penulis tidak lepas dari berbagai hambatan dan rintangan, namun berkat bantuan dari berbagai pihak maka segala macam hambatan dapat teratasi. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih, semoga Allah SWT memberikan balasan atas kebaikan dengan limpahan rahmat-Nya.
Namun tidak lepas dari semua itu, saya menyadari bahwa masih ada beberapa kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka saya menerima kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


                                                                                                            
                                                                                                             Penyusun
ii

 



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................  i
KATA PENGANTAR........................................................................................  ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
                   A. Latar Belakang............................................................................. 1
       B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
       C. Tujuan.......................................................................................... 2
       D. Manfaat........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Organ pernapasan pada hewan................................... 3                                      
                         B. Pengertian Hewan Invertebrata............................................. 4
                   C. Sistem Pernafasan Pada Hewan Invertebrata.................................  4
            1. Sistem Pernafasan pada Porifera................................................ 4
            2. Sistem Pernapasan pada Coelenterata........................................ 5
            3. Sistem Pernafasan pada Platyhelminthes................................... 6 4. Sistem Pernafasan pada Nemathelminthes................................. 7
            5. Sistem Pernafasan pada Annelida.............................................. 7
            6. Sistem Pernafasan pada Mollusca.............................................. 7
            7. Sistem Pernafasan pada Echinodermata....................................  8
            8. Sistem Pernafasan pada Arthropoda..........................................  9
            9. Sistem Pernafasan pada Protozoa.............................................. 12
BAB III PENUTUP
                   A. Kesimpulan.................................................................................. 14
                   B. Saran............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16

iii

 
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Sistem respirasi memiliki fungsi utama untuk memasok oksigen ke dalam tubuh serta membuang CO2 dari dalam tubuh. Kita sering mendengar istilah respirasi eksternal dan internal. Pada dasarnya, pengertian respirasi eksternal sama dengan bernapas, sedangkan respirasi internal atau respirasi seluler ialah proses penggunaan oksigen oleh sel tubuh dan pembuangan zat sisa metabolisme sel yang berupa CO2. Penyelenggaraan respirasi harus didukung oleh alat pernapasan yang sesuai, yaitu alat yang dapat digunakan oleh hewan untuk melakukan pertukaran gas dengan lingkungannya. Alat yang dimaksud dapat berupa alat pernapasan khusus ataupun tidak.
            Oksigen yang diperoleh hewan dari lingkungannya digunakan dalam proses fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP. Sebenarnya, hewan dapat menghasilkan ATP tanpa oksigen. Proses semacam itu disebut respirasi anaerob. Akan tetapi, proses tersebut tidak dapat menghasilkan ATP dalam jumlah banyak. Respirasi yang dapat menghasilkan ATP dalam jumlah banyak ialah respirasi aerob. Dalam proses anaerob, sebuah molekul glukosa hanya menghasilkan dua molekul ATP, sementara dalam proses aerob, molekul yang sama akan menghasilkan 36 atau 38 molekul ATP.Oleh karena itu, hampir semua hewan sangat sangat bergantung pada proses respirasi(pembentukan ATP) secara aerob. Respirasi sel (internal) akan menghasilkan zat sisa berupa CO2 dan air,yang harus segera dikeluarkan dari sel (Isnaeni, 2006:191-192).
            Pertukaran gas oksigen dan karbondioksida yang terjadi dalam setiap tubuh hewan kemungkinan dapat berbeda. Perbedaan tersebut terjadi karena ada nya perbedaan organ yang digunakan dalam proses bernapas. Selain itu, habitat hewan tersebut juga turut membedakan mekanisme pernapasannya. Sebagai contoh, hewan yang hidup di perairan memiliki mekanisme pernapasan yang berbeda dengan hewan yang hidup di daratan.
2

            Hewan-hewan Invertebrata ada yang belum memiliki sistem pernapasan khusus, seperti Porifera dan sebagian cacing (Vermes). Umumnya hewan-hewan tersebut melakukan pernapasan langsung, yaitu secara difusi melalui permukaan tubuhnya.  Namun, pada hewan-hewan yang lebih tinggi, seperti Mollusca dan Arthropoda sudah memiliki sistem pernapasan khusus, walaupun masih sederhana. Misalnya Insecta dan Myriapoda beranapas menggunakan trakea, hewan-hewan Arachnida, misalnya laba-laba bernapas menggunakan paru-paru buku. Hewan-hewan yang hidup di air misalnya Crustacea (golongan udang-udangan) dan Mollusca (siput dan kerang) bernapas menggunakan insang.
B. Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Apakah pengertian dari organ pernapasan dan sistem pernapasan?
2.      Apakah pengertian dari hewan invertebrata?
3.      Bagaimanakah mekanisme sistem pernapasan pada hewan invertebrata?
C. Tujuan Penulisan Makalah
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk menjelaskan tentang organ pernapasan dan sistem pernapasan.
2.      Untuk menjelaskan tentang hewan invertebrata.
3.      Untuk menjelaskan tentang mekanisme sistem pernapasan pada hewan invertebrata.
D. Manfaat Penulisan Makalah
            Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Bagi mahasiswa
Manfaatnya adalah sebagai sumber informasi dan bahan yang diharapkan bermanfaat untuk  pembelajaran.
2.      Bagi masyarakat
Manfaatnya adalah sebagai sumber informasi mengenai organ maupun sistem pernafasan khususnya hewan invertebrata.



3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Organ Pernapasan dan Sistem Pernapasan pada Hewan
   Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energi. Namun demikian respirasi pada hakikatnya adalah reaksi redoks, dimana substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator mengalami reduksi menjadi H2O. Yang disebut substrat respirasi adalah setiap senyawa organik yang dioksidasikan dalam respirasi, atau senyawa-senyawa yang terdapat dalam sel tumbuhan yang secara relatif banyak jumlahnya dan biasanya direspirasikan menjadi CO2 dan air. Sedangkan metabolit respirasi adalah intermediat-intermediat yang terbentuk dalam reaksi-reaksi respirasi (Anonim, 2008).
            Alat respirasi adalah alat atau bagian tubuh tempat O2 dapat berdifusi masuk dan sebaliknya CO2 dapat berdifusi keluar.  Alat respirasi pada hewan bervariasi antara hewan yang satu dengan hewan yang lain, ada yang berupa paru-paru, insang, kulit, trakea, dan paruparu buku, bahkan ada beberapa organisme yang belum mempunyai alat khusus sehingga oksigen berdifusi langsung dari lingkungan ke dalam tubuh, contohnya pada hewan bersel satu, porifera, dan coelenterata. Pada ketiga hewan ini oksigen berdifusi dari lingkungan melalui rongga tubuh.
            Respirasi pada hewan merupakan proses yang diatur oleh saraf untuk mencukupi kebutuhan akan oksigen dan membuang CO2 secara efektif. Pengaturan respirasi dapat berlangsung secara kimiawi maupun saratif. Pembuangan CO2 dan pemasokan oksigen harus sesuai dengan kebutuhan tubuh hewan, yang dari waktu ke waktu dapat sangat bervariasi. Pada saat laju metabolisme meningkat, kebutuhan oksigen dan pembentukan karbondioksida juga meningkat. Apabila saat tersebut darah tidak mengandung cukup oksigen untuk memenuhi kebutuhannya, hewan akan mengalami kondisi hipoksa atau bahkan asfiksia (keadaan tidak terdapat oksigen dalam jaringan tubuh). Sebaliknya, apabila kadar oksigen dalam sel/tubuh terlalu tinggi, dapar terjadi oksidasi yang tidak diharapkan, yang dapat mengakibatkan kehancuran sel-sel tubuh. Pasokan oksigen yang tidak memadai npada umumnya berkaitan erat dengan adanya timbunan karbondioksida. Sementara itu, tumbunan karbondioksida dalam tubuh dapat meninbulkan berbagai gangguan yang tidak diinginkan, antara lain gangguan metabolisme seperti telah diuraikan sebelumnya.
4

 
B. Pengertian Hewan Invertebrata
            Hewan invertebrata adalah hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Berasal dari bahasa latin yaitu “in” yang artinya tanpa, dan “vertebrae” yang artinya tulang belakang. Pada umumnya hewan ini memiliki struktur morfologi , sistem pernafasan dan sistem peredaran darah yang lebih sederhana dari hewan vertebrata. Hewan invertebrata terdiri atas beberapa fillum yaitu :
a. Filum Porifera
b. Filum Cnidaria
c. Filum Molusca
d. Filum Platyhelminthes
e. Filum Annelida
f. Filum Arthropoda
g. Filum Nemathehelminthes
h. Filum Echinidermata
            Adapun ciri-ciri dari hewan invertebrata :
a. tidak memiliki dinding sel yang menyokong tubuhnya
b. sebagian besar tubuhnya tersusun atas protein struktural oksigen
c. memakan bahan organik yang terurai

C. Sistem Pernafasan Pada Hewan Invertebrata
            1. Sistem Pernafasan pada Porifera
                 Porifera bernapas dengan cara memasukkan air melalui pori-pori (ostium) yang terdapat pada seluruh permukaan tubuhnya, masuk ke dalam rongga spongocoel. Proses pernapasan selanjutnya dilakukan oleh sel leher (koanosit), yaitu sel yang berbatasan langsung dengan rongga spongocoel. Aliran air yang masuk melalui ostium menuju rongga spongocoel membawa oksigen sekaligus zat-zat makanan (Anonim, 2009)
5

 
                 Pengikatan O2 dan pelepasan CO2 dilakukan oleh sel leher (koanosit). Selain melakukan fungsi pernapasan, sel leher sekaligus melakukan proses pencernaan dan sirkulasi zat makanan. Selanjutnya, air keluar melalui oskulum.
Sebetulnya spons tidak mempunyai alat atau organ pernafasan khusus, kendati demikian mereka dalam hal respirasi bersifat aerobik. Dalam hal ini yang bertugas menangkap/mendifusikan oksigen yang terlarut di dalam air medianya bila di jajaran luar adalah sel-sel epidermis (sel-sel pinakosit), sedangkan pada jajaran dalam yang bertugas adalah sel-sel leher (khoanosit) selanjutnya oksigen yang telah berdifusi ke dalam kedua jenis sel tersebut diedarkan ke seluruh tubuh oleh amoebosit. Berhubung hewan spons bersifat sesil artinya tidak mengadakan perpindahan tempat sedangkan hidupnya sepenuhnya tergantung akan kaya tidaknnya kandungan material (oksigen, partikel makanan) dari air yang merupakan medianya, maka ketika Porifera masih dalam fase larva yang sanggup mengadakan pergerakan yaitu berenang-renang mengenbara kian kemari dengan bulu-bulu getarnya, ia akan memilih tempat yang strategis dalam arti yang kaya akan kandungan material yang dibutuhkan untuk kepentingan hidup.
                 Bila air yang merupakan media hidupnya itu mengalami penyusutan kandungan oksigennya, maka hal ini akan mempengaruhi kehidupan Porifera yang bersangkutan, artinya tubuhnya juga akan mengalami penyusutan sehingga menjadi kecil dan bila kekurangan sampai melampaui batas toleransinya maka Poriferanya akan mati.
2. Sistem Pernapasan pada Coelenterata (Hewan Berongga)
                 Hewan Hydra “pertukaran gas pada hydra terjadi secara langsung pada permukaan tubuhnya. Hal ini karena Hydra tidak mempunyai organ khusus untuk pernafasan, pembuangan hasil ekskresi, dan juga tidak mempunyai darah serta sistem peredaran darah. Semua organ-organ itu bagi Hydra tidak diperlukan, sebab tubuhnya tersusun atas deretan sel-sel yang sebagian besar masih bebas bersentuhan langsung dengan air yang ada di sekitarnya. Di samping itu dinding tubuh Hydra merupakan dinding yang tipis, oleh sebab itu pertukaran gas oksigen dan karbondioksida maupun zat-zat sampah dari bahan nitrogen tidak menjadi persoalan bagi tubuh Hydra.
6

                 Pertukaran zat tersebut berlangsung secara langsung dengan dunia luar secara difusi dan osmosis melalui membran dari masing-masing sel. Dengan perkataan lain proses pernafasan maupun pembuangan sisa metabolisme dilakukan secara mandiri oleh masing-masing sel yang bersangkutan.
·      Hewan Scypozoa “seperti halnya hydra, Ubur-ubur ini tidak mempunyai alat respirasi maupun ekskresi yang khusus. Kedua proses tersebut dilakukan secara langsung melalui seluruh permukaan tubuhnya. Dalam hal ini sistem saluran air dan sistem saluran gastrovaskular sangat membantu dalam memperlancar proses respirasi maupun ekskresi (Suripto, 2000).
                 Gas-gas O2 yang terlarut di dalam air akan masuk secara difusi masuk kedalam lapisan epidermis maupun gastrodermis tubuh ubur-ubur. Sebaliknya gas-gas O2 yang dihasilkan dari proses respirasi akan dikeluarkan dari tubuhnya secara difusi. Demikian halnya dengan zat-zat sampah, terutama yang berupa zat-zat nitrogen sebagai sisa-sisa metabolisme, akan dibuang secara langsung oleh sel-sel epidermis maupun gastrodermis ke lingkungan luar tubuh.
3. Sistem pernapasan pada Platyhelminthes
                 Filum Platyhelminthes yaitu Planaria. Pada Planaria, O2 yang terlarut di dalam air berdifusi melalui permukaan tubuhnya. Demikian juga dengan pengeluaran CO2. Pada cacing tanah, O2 berdifusi melalui permukaan tubuhnya yang basah, tipis, dan memiliki pembuluh-pembuluh darah. Selanjutnya, O2 diedarkan keseluruh tubuh oleh sistem peredaran darah. CO2 sebagai sisa pernapasan dikeluarkan dari jaringan oleh pembuluh darah, kemudian keluar melalui permukaan tubuh secara difusi. Permukaan tubuh cacing tanah selalu basah. Hal ini berfungsi untuk mempermudah proses difusi O2 melalui permukaan tubuhnya.
                 Cacing pipih belum memiliki alat pernafasan khusus. Pengambilan oksigen bagi anggota yang hidup bebas dilakukan secara difusi melalui permukaan tubuh. Sementara anggota yang hidup sebagai endoparasit bernafas secara anaerob, artinya respirasi berlangsung tanpa oksigen. Hal ini terjadi karena cacing endoparasit hidup pada lingkungan yang kekurangan oksigen.
7

                 Cacing senang hidup di daerah lembab. Hal ini dilakukan supaya kulit cacing selalu lembab. Bagi cacing, misalnya saja cacing tanah, kulitnya dijadikan sebagai organ pernapasan atau tepatnya sebagai tempat pertukaran gas.
                 Melalui kulitnya, oksigen dari luar ke dalam tubuh secara difusi. Hemoglobin yang terkandung dalam darah akan mengikat oksigen tersebut untuk dialirkan ke seluruh tubuh. Sementara, hasil metabolisme yang berupa karbon dioksida dikeluarkan melalui permukaan tubuh cacing. Pertukaran gas melewati permukaan tubuh pada cacing ini dinamakan juga pernapasan integumenter.
            4. Sistem pernapasan pada Nemathelminthes
                 Cacing Ascaris tidak mempunyai alat respirasi. Respirasi dilakukan secara anaerob. Energi diperoleh dengan cara mengubah glikogen menjadi CO2 dan asam lemak yang diekskresikan melalui kutikula. Namun sebenarnya Ascaris dapat mengkonsumsi oksigen kalau di lingkungannya tersedia. Jika oksigen tersedia, gas itu diambil oleh hemoglobin yang ada di dalam dinding tubuh dan cairan pseudocoelom.
5. Sistem pernapasan pada Annelida
                 Cacing tanah bernapas dengan kulitnya, sebab kulitnya bersifat lembab, tipis, banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Pada beberapa Annelida bernapas dengan insang, misalnya Annelida yang hidup di air yaitu Polychaeta (golongan cacing berambut banyak) contohnya pada spesies Nereis virens ini bernapas menggunakan sepasang porapodia yang berubah menjadi insang.
            6. Sistem Pernapasan pada Mollusca
                 Sebagian besar Mollusca organ respirasinya adalah insang. Hewan bertubuh lunak (Mollusca) yang hidup di air, seperti siput, cumi-cumi, dan kerang (Bivalvia) bernapas menggunakan insang. Aliran air masuk ke dalam insang dan terjadi pertukaran udara dalam lamela insang. Mollusca yang hidup di darat, seperti siput darat (bekicot) bernapas menggunakan paru-paru. Insang diadaptasikan untuk pertukaran gas oksigen dan kabondioksida dalam air melalui permukaan insang yang luas dan berbentuk membran yang tipis. Pada Mollusca, insang disebut juga ktinidium (Yunani : kteis; sebuah sisir). Ktenidia terdiri atas sebuah filamen (= lamela) yang ditutupi silia. Gerakan silia menyebabkan air melintasi permukaan filamen, oksigen berdifusi melintasi membran menuju ke darah, dan karbondioksida berdifusi keluar. Pada beberapa Mollusca seperti remis dan bivalvia lain, silia pada insang juga berperan menyaring partikel makanan, kemudian mengirimnya ke mulut dalam bentuk benang lendir. Setelah insang aliran air biasanya menuju anus dan saluran keluar ginjal sambil membawa bahan yang akan dibuang. Pada beberapa Mollusca, air masuk melalui incurent siphon dan keluar melalui excurent siphon. Sebelum mencapai insang aliran air yang masuk dideteksi oleh organ sensorik (osphradium) yang dapat berfungsi mendeteksi endapan lumpur, makanan atau predator.
8

                 Beberapa Mollusca yang tidak memiliki insang, maka pertukaran gas respirasi terjadi secara langsung melalui permukaan mantel. Keong memiliki kemampuan adaptasi untuk kehidupan darat yaitu dengan hilangnya insang, maka mantel yang dimilikinya dimodifikasi menjadi sebuah paru-paru untuk pernapasan udara. Beberapa keong (pulmoat) kembali ke habitat air, namun tetap mempertahankan paru-parunya. Untuk itu mereka terlihat sering merambat naik ke permukaan air untuk mengambil udara.
            7. Sistem Pernapasan pada Echinodermata
               Hewan-hewan Echinodermata hidup di air laut, contohnya bintang laut, landak laut, dan mentimun laut. Hewan-hewan ini bernapas dengan insang dermal atau insang kulit. Organ respirasi pada Asterias adalah insang, atau papula dan kaki tabung. Papula  merupakan organ respirasi utama. Mereka adalah sederhana, kontraktil, transparan, hasil pertumbuhan dari dinding tubuh pada permukaan aboral mempunyai ephithelium bersilia pada permukaan sebelah luar dan sebelah dalamnya. Itu merupakan derivat atau perubahan lanjut dari coelom dan sisa lumennya berhubungan langsung dengan coelom. Pertukaran O2 dan CO2 terjadi di antara air laut dan cairan tubuh dari insang-insangnya. Silia pada epithelium mempunyai peranan vital dalam menggerakkan cairan coelom dan dalam menciptakan air untuk pernapasan keluar masuk di dalam air laut. Di samping dindingnya tipis, kaya akan percabangan dan bagian-bagian tubuh lembab, juga bertindak sebagai organ-organ respirasi.
9

            8. Sistem pernapasan pada Arthropoda
Filum Arthropoda meliputi 4 kelas, yaitu:
      a.    Crustacea (golongan udang dan kepiting) bernapas dengan insang.
             Pada golongan Crustacea (udang-udangan), seperti udang dan ketam, ber-napas dengan insang buku. Insang buku ini tumbuh dari dasar anggota tubuh dan dinding tubuh yang berdekatan, dan menjulur ke atas ke dalam ruang brankial. Tiap insang terdiri atas sumbu sentral tempat pertautan lamela atau filamen. Aliran air dihasilkan oleh gerakan mendayung dari insang timba, yaitu suatu penjuluran berbentuk bulan sabit dari salah satu penjuluran mulut (maksila kedua).
       Pada udang, air masuk ke dalam ruang brankial di belakang karapaks dan di antara kaki. Selanjutnya, saluran di dalam sumbu insang membawa darah ke dan dari ruang di dalam lamela, pertukaran udara pernapasan berlangsung melalui dinding tipis lamela. Keluar masuknya udara disebabkan oleh gerakan otot yang terjadi secara teratur.
       Baik paru-paru buku maupun insang buku, keduanya mempunyai fungsi yang sama seperti fungsi paru-paru pada Vertebrata.
      b.    Myriapoda (golongan lipan dan luwing) bernapas dengan trakea.
c.    Arachnida (golongan laba-laba dan kalajengking) bernapas dengan paru-          paru buku.
       Laba-laba (Arachnida) dan kalajengking (Scorpionida) bernapas dengan paru-paru buku. Paru-paru buku ini merupakan invaginasi (pelekukan ke dalam) abdomen. Paru-paru buku memiliki banyak lamela seperti halaman buku yang dipisahkan oleh batang-batang sehingga udara dapat bergerak bebas. Udara dari luar, masuk melalui spirakel secara difusi. Selanjutnya, udara masuk di antara sel-sel lamela dan berdifusi dengan pembuluh darah di sekitar lamela.
      d.    Insecta (golongan serangga) bernapas dengan trakea.
         Serangga memiliki organ pernapasan yang khas. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida dilakukan melalui trakea. Trakea merupakan bagian tubuh serangga yang terbuat dari pipa/tabung udara. Jumlah trakea di dalam tubuh serangga sangat banyak. Oleh karena itu, sistem pernapasan serangga dinamakan sistem trakea.
10

       Saat serangga melakukan pernapasan, udara masuk trakea melalui bagian yang terletak pada permukaan tubuh. Bagian tersebut dinamakan spirakel. Spirakel dilindungi oleh bulu halus dengan fungsi sebagai penyaring debu dan benda asing yang masuk menuju trakea. Setelah itu, udara tersebut akan melewati pipa kecil yang disebut trakeola.
       Trakeola juga ini akan terhubung dengan membran sel. Trakeola memiliki ujung kecil tertutup dan mengandung cairan dengan warna biru gelap. Oksigen akan berdifusi masuk ke dalam sel tubuh melalui trakeola, sedangkan karbondioksida akan berdifusi keluar. Setelah melewati trakeola, karbondioksida akan dikeluarkan ke lingkungan melewati trakea.
       Apabila serangga sedang aktif dan menggunakan banyak oksigen, sebagian besar cairan yang berwarna biru akan ditarik ke dalam tubuh. Akibatnya, luas permukaan udara yang berkontak langsung dengan sel menjadi semakin luas. Seekor serangga yang sedang terbang mempunyai laju metabolisme lebih tinggi dibandingkan saat istirahat. Otot akan berkontraksi dan berelaksasi se-cara bergantian sehingga tubuh bisa memampat dan menggembung. Oleh karenanya udara akan secara cepat terpompa melalui sistem trakea.
       Sebagian besar serangga hidup di daratan. Namun, ada juga serangga yang hidup pada perairan seperti larva capung.
       Proses respirasi pada serangga, sama dengan pada organisme lain, merupakan proses pengambilan oksigen (O2), untuk diproses dalam mitokhondria. Baik se-rangga terestrial maupun akuatik membutuhkan O2 dan membuang CO2, namun pada keduanya terdapat perbedaan jelas: di udara terdapat kl. 20% oksigen, sedang di air 10%. Oleh karenanya kecepatan diffusinya juga berbeda, di air 3 x 106 lebih kecil daripada kecepatan difusi O2 di udara.
       Sistem pernafasan pada serangga mengenal dua sistem, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Digunakan alat atau organ yang disebut spirakulum (spiracle),  juga tabung-tabung trakhea dan trakheola. Tekanan total dari udara sebenarnya merupakan jumlah tekanan gas N2, O2, CO2 dan gas-gas lain. O2 sendiri masuk ke dalam jaringan dengan satu proses tunggal yaitu adanya tekanan udara dalam jaringan. Tekanan O2 dengan demikian harus lebih besar daripada tekanan udara dalam jaringan, sebaliknya tekanan CO2 dalam jaringan harus lebih besar dibanding yang ada di udara.
11

       Pada umumnya serangga akuatik kecil luas permukaan tubuhnya lebih besar daripada volumenya, sehingga diffusi O2 dapat berjalan dengan baik berhubung luas permukaan yang cukup untuk akomodasi aliran O2 dari luar tubuh.
       Sebaliknya pada serangga yang ukurannya lebih besar, harus dibantu dengan menggunakan kantung udara (air-sacs), yang mengumpulkan udara dengan mekanisme kontraksi, yang harus didukung oleh suatu sistem pemanfaatan energi. Con­tohnya pada beberapa jenis belalang yang mampu hidup di dalam air.
       Sistem respirasi terbuka banyak digunakan oleh serangga-serangga darat dan beberapa jenis serangga air, sedang sistem tertutup digunakan oleh serangga air, yang tidak menggunakan spirakulum, antara lain untuk mencegah supaya jangan terjadi evapotranspirasi.
       Pada kepik air (Belastomatidae) digunakan apa yang disebut “insang fisis” atau physical gill digunakan untuk mengumpulkan gelembung, dan jaringan mengambil O2 dari dalam gelembung-gelembung udara yang disimpan. Jika tekanan parsial O2 menurun, tekanan udara di dalam air menjadi lebih besar, akan ada gerakan udara dari dalam air ke dalam tubuh serangga, sehingga terkumpullah gelembung-gelembung udara. Apabila di dalam gelembung udara yang disaring tersebut sudah terkan­dung terlalu banyak N2, maka serangga akan muncul ke permukaan dan membuka mulut.
       Sebaliknya terdapat juga serangga yang mampu tinggal lama di dalam air dengan bantuan suatu organ yang disebut plastron, suatu filamen udara. Dengan alat ini maka CO2 yang terbentuk dibuang, dan O2 yang terlarut diambil langsung.  Bangunan ini sering juga disebut sebagai insang fisis khusus (special physical gill). Karenanya serangga mampu bertahan di dalam air dalam jangka waktu yang lebih lama. Serangga air juga ada yang memanfaatkan insang trakheal (tracheal gill) yang merupakan insang biologis, berfungsi karena gerak biologis.
       Adapun Mekanisme pernapasan pada belalang diatur oleh otot perut (ab-domen). Ketika otot perut (abdomen) berelaksasi, volume trakea normal sehingga udara masuk. Sebaliknya, ketika otot abdomen berkontraksi, volume trakea mengecil sehingga udara keluar. Jalur yang dilalui udara pernapasan, yaitu udara luar → stigma/spirakel → saluran/pembuluh trakea → trakeolus → jaringan tubuh. 
12

       Jadi, sistem trakea berfungsi mengangkut O2 dan mengedarkannya ke seluruh tubuh, serta sebaliknya mengangkut CO2 hasil pernapasan untuk dikeluarkan dari tubuh. Dengan demikian, darah pada serangga hanya berfungsi mengangkut sari makanan dan bukan untuk mengangkut udara pernapasan.
       Pada serangga air, seperti jentik nyamuk, udara diperoleh dengan men-julurkan tabung pernapasan ke permukaan air untuk mengambil udara. Serangga air tertentu mempunyai gelembung udara, sehingga dapat menyelam di dalam air dalam waktu lama. Misalnya, kepik Notonecta sp. mempunyai gelembung udara di organ yang menyerupai rambut pada permukaan ventral. 
       Selama menyelam, O2 dalam gelembung udara dipindahkan melalui sistem trakea ke sel-sel pernapasan. Adapula serangga yang mempunyai insang trakea yang berfungsi menyerap udara dari air, atau pengambilan udara melalui cabang-cabang halus serupa insang. Selanjutnya O2 diedarkan melalui pembuluh trakea.
            9. Sistem Pernapasan pada Protozoa
                      Protozoa (hewan bersel satu) tidak memiliki alat pernapasan khusus. Pernapasan dilakukan melalui seluruh permukaan selnya. O2 dan CO2 masuk dan keluar secara difusi. Mekanisme respirasi protozoa adalah dengan cara aerob atau anaerob. Pada respirasi aerob terjadi oksidasi dengan O2 yang masuk dalam tubuh dengan cara difusi dan osmosis melalui seluruh permukaan tubuh, sedang pada anaerob terjadi pembongkaran zat yang kompleks menjadi zat yang sederhana dengan menggunakan enzim-enzim tanpa memerlukan oksigen. Hasil kedua peristiwa itu akan sama yakni dihasilkan energi dan zat sisa-sisa yang akan ditampung dalam vakuola kontraktil sebagai zat ekskresi (Soemadji, 1993).
                 Hewan protozoa seperti Amoeba atau Paramaecium bernapas meng-
gunakan permukaan tubuhnya. Oksigen dan karbondioksida saling berdifusi melalui membran sel. Saat Amoeba bernapas, konsentrasi oksigen dalam sel semakin berkurang (rendah), sedangkan sisa metabolisme yang berupa karbondioksida di dalam sel semakin tinggi konsentrasinya. Di sisi lain, konsentrasi oksigen dalam air lebih tinggi daripada di dalam sel, sementara konsentrasi oksigennya lebih rendah. Akibatnya, oksigen dari luar akan berdifusi ke dalam sel, sementara karbondioksida berdifusi keluar sel menuju air.
13

                 Pertukaran gas tersebut akan terjadi pada seluruh luas permukaan tubuh protista. Selain itu, proses seperti ini terjadi juga pada organisme uniselluler lain dan beberapa hewan seperti spons, Cnidaria, dan cacing pipih.
           

               
           












.


14

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
     1. Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO2, H2O dan energy. Respirasi pada hewan merupakan proses yang diatur oleh saraf untuk mencukupi kebutuhan akan oksigen dan membuang CO2 secara efektif. Pengaturan respirasi dapat berlangsung secara kimiawi maupun saratif.
     2. Hewan invertebrata adalah hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Berasal dari bahasa latin yaitu “in” yang artinya tanpa, dan “vertebrae” yang artinya tulang belakang.
     3. Porifera bernapas dengan cara memasukkan air melalui pori-pori (ostium) yang terdapat pada seluruh permukaan tubuhnya. Filum Coelenterata  contohnya Hewan Hydra “pertukaran gas pada hydra terjadi secara langsung pada permukaan tubuhnya”. Filum Platyhelminthes yaitu Planaria. Pada Planaria, O2 yang terlarut di dalam air berdifusi melalui permukaan tubuhnya. Filum Nemathelminthes contohnya yaitu Cacing Ascaris tidak mempunyai alat respirasi. Respirasi dilakukan secara anaerob. Namun sebenarnya Ascaris dapat mengkonsumsi oksigen kalau di lingkungannya tersedia. Filum Annelida contohnya Cacing tanah, yaitu bernapas dengan kulitnya, sebab kulitnya bersifat lembab, tipis, banyak mengandung kapiler-kapiler darah. Filum Mollusca sebagian besar Mollusca organ respirasinya adalah insang. Beberapa Mollusca yang tidak memiliki insang, maka pertukaran gas respirasi terjadi secara langsung melalui permukaan mantel. Filum Echinodermata contohnya organ respirasi pada Asterias adalah insang, atau papula dan kaki tabung. Filum Arthropoda : Pada golongan Crustacea (udang-udangan), seperti udang dan ketam, bernapas dengan insang buku. Pada Myriapoda (golongan lipan dan luwing) bernapas dengan trakea. Pada Arachnida (golongan laba-laba dan kalajengking) bernafas dengan paru-paru buku. Pada Insecta (golongan serangga) bernafas dengan trakea. Filum Protozoa pernapasannya dilakukan melalui seluruh permukaan selnya.
15

 
B. SARAN
            Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang sangat bermafaat bagi pembaca yaitu pembaca hendaklah menyaring ilmu yang bermanfaat dari penulisan makalah ini karena sumber yang terkait bisa banyak ditemukan pada buku-buku, jurnal maupun website.

















16

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Sistem Pernafasan Hewan, (Online), (http://gurungeblog.wordpress.com/2008/11/01/sistem-pernapasan-hewan/, diakses 20 Maret 2015).
Anonim. 2009. Sistem Respirasi Serangga, (Online),             (http://ginapodia.blogspot.com/2009/05/sistem-respirasi-serangga.html,           diakses 20 Maret 2015).
Anonim. 2009. Sistem Pernafasan Pada Hewan Invertebrata, (Online), (http://www.materisekolah.com/sistem-pernapasan-pada-hewan-invertebrata/#ixzz2NfItqlE6, diakses 20 Maret 2015).
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta :Kanisius
            Suripto. 2000. Struktur Hewan. Jakarta : Universitas Terbuka
            Soemadji. 1993. Zoologi. Jakarta : Universitas Terbuka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar