MAKALAH
EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR
“TEKNIK
PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN TES DAN PRINSIP DASAR PENYUSUNAN TES SERTA KRITERIA
TES YANG BAIK”
Dosen Pengampu:
Dr. Dra. Asni Johari,
M. Si
Disusun Oleh
Kelompok 8 :
Amitha Intan
Pangestuti (A1C414014)
Mona Septiani (A1C414026)
Nuriyana Eka
Arsanti (A1C414001)
Sundari Mirwana (A1C414040)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
KATA
PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan judul “Teknik Penyusunan Dan Pelaksanaan Tes Dan Prinsip Dasar
Penyusunan Tes Serta Kriteria Tes Yang Baik”.
Penulis
menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan juga tidak terlepas dari bantuan Ibu Dr. Dra.
Asni Johari, M. Si sebagai dosen pengampu serta berbagai pihak lainnya yang
turut menjadi sumber dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu dalam kesempatan
ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam
proses penulisan makalah ini belum bisa dikatakan sempurna, baik materi maupun
cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai
dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan, saran, dan usul, yang berguna dalam penyempurnaan
makalah ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Jambi, 08 Maret 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL …………………………...…………… i
KATA PENGANTAR ……………………………...………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………...… iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang …….….……………………................ 1
B. Rumusan Masalah ……….….……………………........... 2
C. Tujuan ……….….……………………........... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Ciri-Ciri atau Kriteria Tes Yang
Baik ..........………............ 3
B. Prinsip
Dasar Penyusunan Tes ..........……….......………... 4
C. Bentuk
Tes Hasil Belajar Dan Teknik Penyusunan .............. 4
D. Teknik
Pelaksanaan Tes ................................................... 12
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan ………………………………... 16
DAFTAR PUSTAKA ………………………………... 17
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
arti luas, menurut Mehrens & Lehmann yang dikutip oleh Ngalim Purwanto
bahwa evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan rnenyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.
Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian
merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi
atau data. Sudah barang tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah
data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.
Dalam
proses pembelajaran peran sekolah dan guru yang pokok adalah menyediakan dan
memberikan fasilitas untuk memudahkan dan melancarkan cara belajar siswa. Guru
harus dapat membangkit kegiatan-kegiatan yang membantu siswa meningkatkan hasil
belajarnya.
Namun,
di samping itu kadang-kadang guru merasa bahwa evaluasi itu merupakan sesuatu
yang bertentangan dengan pengajaran. Hal ini timbul karena sering kali terlihat
bahwa adanya kegiatan evluasi justru merisaukan dan menurunkan gairah belajar
pada siswa. Hingga anggapan dengan adanya kegiatan evaluasi itu bertentangan
dengan kegiatan pengajaran. Pendapat yang demikian pada hakikatnya tidaklah
benar. Evaluasi yang dilakukan dengan tidak benar dapat mematikan semangat
belajar siswa.
Sebaliknya
dengan evaluasi yang dilakukan dengan baik dan benar seharusnya dapat
meningkatkan mutu dan hasil belajar siswa, karena kegiatan evaluasi itu
membantu guru untuk memperbaiki cara mengajar dan membantu siswa dalam
meningkatkan cara belajarnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa evaluasi tidak dapat
dipisahkan dengan pengajaran.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa
saja ciri-ciri atau kriteria tes yang baik?
2. Bagaimana
prinsip-prinsip dasar pada penyusunan tes?
3. Bagaimana
kah bentuk-bentuk tes hasil belajar dan teknik penyusunannya?
4. Bagaimana
kah teknik pelaksanaan tes hasil belajar?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui ciri-ciri atau kriteria tes
yang baik.
2. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip dasar pada penyusunan tes.
3. Untuk
mengetahui bentuk-bentuk tes hasil belajar dan teknik. penyusunannya.
4. Untuk
mengetahui teknik pelaksanaan tes hasil belajar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Ciri-Ciri
Atau Kriteria Tes Yang Baik
Tes
hasil belajar merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk mengukur
perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik, setelah mereka mengikuti
proses pembelajaran.
Di
dalam teknik penyusunan tes hasil belajar setidak tidaknya ada empat ciri atau
karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut
dapat dinyatakan sebagai tes yang baik sebagaimana yang dikemukakan oleh Anas
Sudijono yaitu: “(1) valid (shahih = صØÙŠØ); (2) reliabel (tsabit = ثابت); (3)
obyektif (maudu’iy = موضوعى); (4) praktis (‘amaliy = عملى)”.
Dari
uraian keempat ciri atau karakteristik yang dijelaskan Anas Sudijono dalam
bukunya, dapat dipaparkan secara singkat bahwa
Ciri
Pertama: valid atau validitas yang sering diartikan dengan ketetapan,
kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Maka sebuah tes dikatakan valid apabila
tes tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara shahih atau secara absah
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Ciri
kedua: reliabel yang sering diterjemahkan dengan keajegan (=stability) atau
kemantapan (=consystence). Maka sebuah tes dapat dikatakan reliabel apabila
hasil-hasil pengukuran yang digunakan dengan menggunakan tes tersebut secara
berulangkali terhadap obyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap
sama atau sifatnya ajeg dan stabil.
Ciri
ketiga: obyektif yang dapat diartikan dengan “menurut apa adanya”. Ditinjau
dari isi atau materi tesnya, tes diambilkan atau bersumber dari materi atau
bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai atau sejalan dengan kompetensinya. Dan
ditinjau dari segi pemberian skor dan penentuan nilai hasil tesnya, maka
pemberian skor dan penentuan nilainya terhidar dari unsur-unsur subyektivitas.
Ciri
keempat: praktis yang mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut
dapat dilakukan dengan mudah, karena ada dua alasan:
1. Bersifat
sederhana, tidak memerlukan peralatan yang banyak atau peralajan yang sulit
pengadaannya.
2. Lengkap,
tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai bagaimana cara
mengerjakannya, kunci jawabannya dan pedoman scoring serta penentuan nilainya.
B.
Prinsip Dasar Penyusunan Tes
Menurut (Gronlund, 1977)
presrtasi hasil belajar hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1.
Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar
(learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
2.
Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang
representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga
dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama peserta
didik mengikuti suatu unit pengajaran.
3.
Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat
bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang
diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
4.
Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk
memperoleh hasil yang diinginkan.
5.
Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
6.
Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur
keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari
informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar
guru itu sendiri.
C.
Bentuk Tes dan Teknik Penyusunannya
Sebagai
alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau
dari segi bentuk soalnya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tes hasil
belajar bentuk uraian (selanjutnya disingkat dengan tes uraian), dan tes hasil
belajar bentuk obyektif (selanjutnya disingkat dengan tes obyektif).
1.
Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
a.
Pengertian Tes Uraian
Tes uraian (essay test), yang
juga sering dikenal dengan istilah tes subyektif (subjective test), adalah
salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana
dikemukakan berikut ini.
Pertama, tes tersebut
berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau
paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
Kedua, bentuk-bentuk
pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan
penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya.
Ketiga, jumlah butir soalnya
umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan sepuluh butir.
Keempat, pada umumnya
butir-butir soal tes uraian itu diawali dengankata-kata:
"Jelaskan......", "Terangkan......", "Uraikan
......", "Mengapa ......", "Bagaimana ......" atau
kata-kata lain yang serupa dengan itu.
b.
Penggolongan Tes Uraian
Sebagai salah satu jenis tes
hasil belajar, tes uraian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes
uraian bentuk bebas atau terbuka dan tes uraian bentuk terbatas.
Pada tes uraian bentuk
terbuka, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee sepenuhnya diserahkan
kepada testee itu sendiri. Artinya, testee mempunyai kebebasan yang
seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawabannya
dalam bentuk uraian.
Adapun pada tes uraian bentuk
terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee adalah jawaban yang
sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).
c.
Ketepatan Penggunaan Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk
uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat dipergunakan
apabila pembuat soal (guru, dosen, panitia ujian dan lain-lain) disamping ingin
mengungkap daya ingat dan pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang
ditanyakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee dalam
memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya. Kecuali itu, tes subyektif
ini lebih tepat dipergunakan apabila jumlah testee terbatas.
d.
Segi-segi Kebaikan dan Kelemahan
Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk
uraian, disamping memiliki keunggulan-keunggulan juga tidak terlepas dari
kekurangan-kekurangan. Di antara keunggulan yang dimiliki oleh tes uraian
adalah, bahwa:
1)
Tes uraian adalah merupakan jenis
tes hasil belajar yang pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
2)
Dengan menggunakan tes uraian,
dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi di kalangan testee.
3)
Melalui butir-butir soal tes
uraian, penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan
tingkat penguasaan testee dalam memahami materi yang ditanyakan dalam tes
tersebut.
4)
Dengan menggunakan tes uraian,
testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani mengemukakan pendapat dengan
menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang merupakan hasil olahannya
sendiri.
Adapun kelemahan-kelemahan
yang disandang oleh tes subyektif antara lain adalah, bahwa:
1)
Tes uraian pada umumnya kurang
dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi atau bahan
pelajaran yang telah diberikan kepada tes¬tee, yang seharusnya diujikan dalam
tes hasil belajar.
2)
Cara mengoreksi jawaban soal tes
uraian cukup sulit.
3)
Dalam pemberian skor hasil tes
uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester lebih banyak bersifat subyektif.
4)
Pekerjaan koreksi terhadap
lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan kepada orang
lain.
5)
Daya ketepatan mengukur
(validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes
uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat
pengukur hasil belajar yang baik.
e.
Petunjuk Operasional dalam
Penyusunan Tes Uraian
Bertitik tolak dari
keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh tes hasil
belajar bentuk uraian seperti telah dikemukakan di atas, maka beberapa petunjuk
operasional berikut ini akan dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir
soal tes uraian.
Pertama, dalam menyusun
butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan agar
butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang
telah diajarkan, atau telah diperintahkan kepada testee untuk mempelajarinya.
Kedua, untuk menghindari
timbulnya perbuatan curang oleh testee (misalnya: menyontek atau bertanya
kepa¬da testee lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat
berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan
lain yang diminta untuk mempelajarinya.
Ketiga, sesaat setelah
butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan dirumuskan
secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki
oleh tester sebagai jawaban yang betul.
Keempat, dalam menyusun
butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan
atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara
bervariasi.
Kelima, kalimat soal hendaknya
disusun secara ringkas, padat dan jelas.
Keenam, suatu hal penting yang
tidak boleh dilupakan oleh tester ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal
yang harus dijawab atau dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman
tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.
2.
Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif
(Objective Test)
a.
Pengertian Tes Obyektif
Tes obyektif (objective test)
yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test), tes
"ya-tidak" (yes-no test) dan tes model baru (new type test),adalah
salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items)
yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih) di
antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing
items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-kata
atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk
masing-rnasing butir item yang bersangkutan.
b.
Penggolongan Tes Obyektif
Tes obyektif dapat dibedakan
menjadi lima golongan, yaitu:
1)
Tes obyektif bentuk benar-salah
(True-False Test).
2)
Tes obyektif bentuk menjodohkan
(Matching Test).
3)
Tes obyektif bentuk melengkapi
(Completion Test).
4)
Tes obyektif bentuk isian (Fill in
Test)
5)
Tes obyektif bentuk pilihan ganda
(Multiple Choice Item Test)
c.
Ketepatan Penggunaan Tes Obyektif
Tes hasil belajar bentuk
obyektif tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan-kenyataan
seperti tersebut di bawah ini:
1)
Peserta tes jumlahnya cukup
banyak. Dengan jumlah testee yang cukup banyak itu, maka penggunaan tes uraian
menjadi kurang efektif dan efisien, terutama ditinjau dari segi waktu yang
dibutuhkan untuk mengoreksi hasilnya.
2)
Penyusun tes (tester) telah memiliki
kemampuan dan bekal pengalaman yang luas dalam menyusun butir-butir soal tes
obyektif.
3)
Penyusun tes memiliki waktu yang
cukup longgar dalam mempersiapkan penyusunan butir-butir soal tes obyektif.
4)
Penyusun tes merencanakan, bahwa
butir-butir soal tes obyektif itu tidak hanya akan dipergunakan dalam satu kail
tes saja, melainkan akan dipergunakan lagi pada kesempatan tes-tes hasil
belajar yang akan datang.
5)
Penyusun tes mempunyai keyakinan
penuh bahwa dengan menggunakan butir-butir soal tes obyektif yang disusunnya
itu, akan dapat dilakukan penganalisisan dalam rangka mengetahui kualitas
butir-butir itemnya.
6)
Penyusun tes berkeyakinan bahwa
dengan mengeluarkan butir-butir soal tes obyektif, maka prinsip obyektivitas
akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang menggunakan butir-butir soal tes
subyektif.
d.
Keunggulan Dan Kelemahan Tes
Obyektif
Keunggulan yang dimiliki
oleh tes obyektif, antara lain:
1)
Tes obyektif sifatnya lebih
representatif dalam hal mencakup dan mewakili materi yang telah diajarkan
kepada peserta didik atau telah diperintahkan kepada peserta didik untuk
mempelajarinya.
2)
Tes obyektif lebih memungkinkan
bagi tester untuk bertindak lebih obyektif, baik dalam mengoreksi lembar-lembar
jawaban soal, menentukan bobot skor maupun dalam menentukan nilai hasil tesnya.
3)
Mengoreksi hasil tes obyektif
adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat ketimbang mengoreksi hasil tes uraian.
4)
Berbeda dengan tes uraian, maka
tes obyektif memberikan kemungkinan kepada orang lain untuk ditugasi atau
dimintai bantuan guna mengoreksi hasil tes tersebut.
5)
Butir-butir soal pada tes
obyektif, jauh lebih mudah dianalisis, baik analisis dari segi derajat
kesukarannya, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitasnya.
Kelemahan tes obyektif antara lain:
1)
Menyusun butir-butir soal tes
obyektif adalah tidak semudah seperti halnya menyusun tes uraian. Bukan hanya
karena jumlah butir-butir soalnya cukup banyak, menyiapkan kemungkinan jawab
yang harus dipasangkan pada setiap butir item pada tes obyektif itu juga bukan
merupakan pekerjaan yang ringan.
2)
Tes obyektif pada umumnya kurang
dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir yang tinggi atau mendalam.
3)
Dengan tes obyektif, terbuka
kemungkinan bagi testee untuk bermain spekulasi, tebak terka, adu untung dalam
memberikan jawaban soal.
4)
Cara memberikan jawaban soal pada
tes obyektif, di mana dipergunakan simbol-simbol huruf yang sifatnya seragam.
e.
Petunjuk Operasional Penyusunan
Tes Obyektif
1)
Untuk dapat menyusun butir-butir
soal tes obyektif yang bermutu tinggi, pembuat soal tes (dalam hal ini guru,
dosen dan lain-lain) harus membiasakan diri dan sering berlatih, sehingga dari
waktu ke waktu ia akan dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes
obyektif dengan lebih baik dan lebih sempurna.
2)
Setiap kali alat pengukur hasil
belajar berupa tes obyektif itu selesai dipergunakan, hendaknya dilakukan
penganalisisan item, dengan tujuan dapat mengidentifikasi butir-butir item mana
yang sudah termasuk dalam kategori "baik" dan butir-butir item mana
yang masih termasuk dalam kategori "kurang baik" dan "tidak
baik".
3)
Dalam rangka mencegah timbulnya
permainan spekulasi dan kerja sama yang tidak sehat di kalangan testee, perlu
disiapkan terlebih dahulu suatu norma yang memperhitungkan faktor tebakan.
4)
Agar tes obyektif disamping
mengungkap aspek ingatan atau hafalan juga dapat mengungkap aspek-aspek
berpikir yang lebih dalam.
5)
Dalam menyusun kalimat soal-soal
tes obyektif, bahasa atau istilah-istilah yang dipergunakan hendaknya cukup
sederhana, ringkas, jelas dan mudah dipahami oleh testee.
6)
Untuk mencegah terjadinya silang
pendapat atau perdebatan antara testee dengan tester, dalam menyusun
butir-butir soal tes obyektif hendaknya diusahakan sungguh-sungguh agar tidak
ada butir-butir yang dapat menghasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam
pemberian jawabannya.
7)
Cara memenggal atau memutus
kalimat, membubuhkan tanda-tanda baca seperti titik, koma dan sebagainya,
penulisan tanda-tanda aljabar seperti kuadrat, akar dan sebagainya, hendaknya
ditulis secara benar, usahakan agar tidak terjadi kesalahan ketik atau
kesalahan cetak, sehingga tidak mengganggu konsentrasi testee dalam memberikan
jawaban soal.
8)
Dengan cara bagaimanakah testee
seharusnya memberikan jawaban terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam
tes, hendaknya diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas.
D.
Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
Dalam
praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis
(tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Pada
tes tertulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes
juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab
secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara
lisan dan dalam waktu yang ditentukan, jawaban harus dibuat secara tertulis.
Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau
tugas yang harus dilaksanakan oleh testee, dan cara penilaiannya dilakukan
terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan
tugas tersebut.
1.
Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam melaksanakan tes
tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu sebagaimana
dikemukakan berikut ini:
1)
Agar dalam mengerjakan soal tes
para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya
tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk-pikuk dan lalu
lalangnya orang. Adalah sangat bijaksana apabila di luar ruangan tes dipasang
papan pemberitahuan.
2)
Ruangan tes harus cukup longgar,
tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu yang
memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
3)
Ruangan tes sebaiknya memiliki
sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.
4)
Jika dalam ruangan tes tidak
tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat penulis,maka sebelum
tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang terbuat
dari triplex, hardboard atau buhur, lainnya.
5)
Agar testee dapat memulai
mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes
diletakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk
membaca dan mengerjakan soal lebih awal daripada teman-temannya.
6)
Dalam mengawasi jalannya tes,
pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak bergerak,
terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu
kottsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di kursi
sehingga dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak
curang.
7)
Sebelum berlangsungnya tes,
hendaknya sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada
testee yang berbuat curang.
8)
Sebagai bukti mengikuti tes, harus
disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh seluruh peserta tes.
9)
Jika waktu yang ditentukan telah
habis, hendaknya testee diminta untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya
meninggalkan ruangan tes.
10)
Untuk mencegah timbulnya berbagai
kesulitan dikemudian hari, pada Berita Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan
secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan siapa yang tidak hadir,
dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian, nama dan
sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau
kelainan-kelainan harus dicatat dalam berita acara pelaksanaan tes tersebut.
2.
Teknik Pelaksanaan Tes Lisan
Beberapa petunjuk praktis
berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai Pegangan dalam pelaksanaan
tes lisan, yaitu:
1)
Sebelum tes lisan dilaksanakan,
seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan
diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat
diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun
konstruksinya.
2)
Setiap butir soal yang telah
ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus
pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
3)
Jangan sekali-kali menentukan skor
atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor
atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing
testee selesai dites.
4)
Tes hasil belajar yang
dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah
dari evaluasi menjadi diskusi.
5)
Dalam rangka menegakkan prinsip
obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan
itu, tester hendaknya jangan sekali-kali "memberikan angin segar"
atau "memancing-mancing" dengan kata-kata, kalimat-kalimat atau
kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee tertentu alasan
"kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati" kepada
testee yang ada dihadapinya itu. Menguji, pada hakikatnya adalah
"mengukur" dan bukan "membimbing" testee.
6)
Tes lisan harus berlangsung secara
wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai
menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di kalangan testee.
7)
Sekalipun acapkali sulit untuk
dapat diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar
yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes
dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut.
8)
Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi, dalam arti bahwa
sekalipun inti persoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan
pertanyaannya dibuat berlainan atau beragam.
9)
Sejauh mungkin dapat diusahakan
agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu).
3.
Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya
digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan
(psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian
tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas
tersebut.
Karena tes inibertujuan ingin
mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini dilaksanakan secara
individual. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing individu yang dites akan
dapat diamati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau
keterampilannya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada
masing-masing individu tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan
itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester, yaitu:
1)
Tester harus mengamati dengan
secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang
telah ditentukan.
2)
Agar dapat dicapai kadar
obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan berbicara atau berbuat
sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tersebut.
3)
Dalam mengamati testee yang sedang
melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa
lembar penilaian yang di dalamnya telah ditentukan hal-hal apa sajakah yang
harus diamati dan diberikan penilaian.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1. Ciri
ciri atau kriteria tes yang baik adalah valid, reliabel, obyektif, dan praktis.
2.
prinsip-prinsip dasar penyusunan
tes sebagai berikut adalah meliputi, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar
(learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional, butir-butir soal tes
hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan
pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh
performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit
pengajaran, bentuk
soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga
betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan
tujuan tes itu sendiri, tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk
memperoleh hasil yang diinginkan, tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas
yang dapat diandalkan, tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur
keberhasilan belajar siswa.
3. Teknik
penyusunan tes hasil belajar ditinjau dari bentuk soal dapat dibeadakan dua
macam, yaitu: tes hasil belajar bentuk uraian dan bentuk obyektif.
4. Pelaksanaan
tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan
secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi,. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Purwanto M. Ngalim,. 2009. Prinsip-prinsip dan Tekhnik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakerya.
Sudjiono, Anas,. 2007.Pengantar Evaluasi Pendidikan,.Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar