Jumat, 21 Oktober 2016

KRITERIA TES YANG BAIK SERTA PRINSIP DASAR PENYUSUNAN NYA



MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR
“TEKNIK PENYUSUNAN DAN PELAKSANAAN TES DAN PRINSIP DASAR PENYUSUNAN TES SERTA KRITERIA TES YANG BAIK”

Dosen Pengampu:
Dr. Dra. Asni Johari, M. Si

Logo_Unja.png
Disusun Oleh
Kelompok 8 :
Amitha Intan Pangestuti          (A1C414014)
Mona Septiani                           (A1C414026)
Nuriyana Eka Arsanti              (A1C414001)
Sundari Mirwana                      (A1C414040)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan  Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Teknik Penyusunan Dan Pelaksanaan Tes Dan Prinsip Dasar Penyusunan Tes Serta Kriteria Tes Yang Baik”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan juga tidak terlepas dari bantuan Ibu Dr. Dra. Asni Johari, M. Si sebagai dosen pengampu serta berbagai pihak lainnya yang turut menjadi sumber dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam proses penulisan makalah ini belum bisa dikatakan sempurna, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul, yang berguna dalam penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.


       Jambi, 08 Maret 2016

                              Penulis




DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                        …………………………...……………         i
KATA PENGANTAR         ……………………………...…………         ii
DAFTAR ISI                         ……………………………………...         iii
BAB I PENDAHULUAN
A.       Latar belakang                       …….….……………………................           1
B.       Rumusan Masalah       ……….….……………………...........           2
C.       Tujuan                         ……….….……………………...........           2
BAB II PEMBAHASAN
A.      Ciri-Ciri atau Kriteria Tes Yang Baik  ..........………............              3
B.       Prinsip Dasar Penyusunan Tes   ..........……….......………...              4
C.       Bentuk Tes Hasil Belajar Dan Teknik Penyusunan ..............              4
D.      Teknik Pelaksanaan Tes       ...................................................             12
BAB III  PENUTUP
A.      Kesimpulan                             ………………………………...         16
DAFTAR PUSTAKA                      ………………………………...         17

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dalam arti luas, menurut Mehrens & Lehmann yang dikutip oleh Ngalim Purwanto bahwa evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh, dan rnenyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data. Sudah barang tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.
Dalam proses pembelajaran peran sekolah dan guru yang pokok adalah menyediakan dan memberikan fasilitas untuk memudahkan dan melancarkan cara belajar siswa. Guru harus dapat membangkit kegiatan-kegiatan yang membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya.
Namun, di samping itu kadang-kadang guru merasa bahwa evaluasi itu merupakan sesuatu yang bertentangan dengan pengajaran. Hal ini timbul karena sering kali terlihat bahwa adanya kegiatan evluasi justru merisaukan dan menurunkan gairah belajar pada siswa. Hingga anggapan dengan adanya kegiatan evaluasi itu bertentangan dengan kegiatan pengajaran. Pendapat yang demikian pada hakikatnya tidaklah benar. Evaluasi yang dilakukan dengan tidak benar dapat mematikan semangat belajar siswa.
Sebaliknya dengan evaluasi yang dilakukan dengan baik dan benar seharusnya dapat meningkatkan mutu dan hasil belajar siswa, karena kegiatan evaluasi itu membantu guru untuk memperbaiki cara mengajar dan membantu siswa dalam meningkatkan cara belajarnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa evaluasi tidak dapat dipisahkan dengan pengajaran.




B.            Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa saja ciri-ciri atau kriteria tes yang baik?
2.      Bagaimana prinsip-prinsip dasar pada penyusunan tes?
3.      Bagaimana kah bentuk-bentuk tes hasil belajar dan teknik penyusunannya?
4.      Bagaimana kah teknik pelaksanaan tes hasil belajar?


C.           Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui ciri-ciri  atau kriteria tes yang baik.
2.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar pada penyusunan tes.
3.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk tes hasil belajar dan teknik. penyusunannya.
4.      Untuk mengetahui teknik pelaksanaan tes hasil belajar.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Ciri-Ciri Atau Kriteria Tes Yang Baik
Tes hasil belajar merupakan salah satu jenis tes yang digunakan untuk mengukur perkembangan atau kemajuan belajar peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran.
Di dalam teknik penyusunan tes hasil belajar setidak tidaknya ada empat ciri atau karakteristik yang harus dimiliki oleh tes hasil belajar, sehingga tes tersebut dapat dinyatakan sebagai tes yang baik sebagaimana yang dikemukakan oleh Anas Sudijono yaitu: “(1) valid (shahih = صحيح); (2) reliabel (tsabit = ثابت); (3) obyektif (maudu’iy = موضوعى); (4) praktis (‘amaliy = عملى)”.
Dari uraian keempat ciri atau karakteristik yang dijelaskan Anas Sudijono dalam bukunya, dapat dipaparkan secara singkat bahwa
Ciri Pertama: valid atau validitas yang sering diartikan dengan ketetapan, kebenaran, keshahihan atau keabsahan. Maka sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut dengan secara tepat, secara benar, secara shahih atau secara absah dapat mengukur apa yang seharusnya diukur.
Ciri kedua: reliabel yang sering diterjemahkan dengan keajegan (=stability) atau kemantapan (=consystence). Maka sebuah tes dapat dikatakan reliabel apabila hasil-hasil pengukuran yang digunakan dengan menggunakan tes tersebut secara berulangkali terhadap obyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil.
Ciri ketiga: obyektif yang dapat diartikan dengan “menurut apa adanya”. Ditinjau dari isi atau materi tesnya, tes diambilkan atau bersumber dari materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan sesuai atau sejalan dengan kompetensinya. Dan ditinjau dari segi pemberian skor dan penentuan nilai hasil tesnya, maka pemberian skor dan penentuan nilainya terhidar dari unsur-unsur subyektivitas.
Ciri keempat: praktis yang mengandung pengertian bahwa tes hasil belajar tersebut dapat dilakukan dengan mudah, karena ada dua alasan:
1.      Bersifat sederhana, tidak memerlukan peralatan yang banyak atau peralajan yang sulit pengadaannya.
2.      Lengkap, tes tersebut telah dilengkapi dengan petunjuk mengenai bagaimana cara mengerjakannya, kunci jawabannya dan pedoman scoring serta penentuan nilainya.

B.       Prinsip Dasar Penyusunan Tes
Menurut (Gronlund, 1977) presrtasi hasil belajar hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional.
2.      Butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.
3.      Bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri.
4.      Tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
5.      Tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan.
6.      Tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru itu sendiri.

C.      Bentuk Tes dan Teknik Penyusunannya
Sebagai alat pengukur perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari segi bentuk soalnya, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: tes hasil belajar bentuk uraian (selanjutnya disingkat dengan tes uraian), dan tes hasil belajar bentuk obyektif (selanjutnya disingkat dengan tes obyektif).
1.      Tes Hasil Belajar Bentuk Uraian
a.       Pengertian Tes Uraian
Tes uraian (essay test), yang juga sering dikenal dengan istilah tes subyektif (subjective test), adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan berikut ini.
Pertama, tes tersebut berbentuk pertanyaan atau perintah yang menghendaki jawaban berupa uraian atau paparan kalimat yang pada umumnya cukup panjang.
Kedua, bentuk-bentuk pertanyaan atau perintah itu menuntut kepada testee untuk memberikan penjelasan, komentar, penafsiran, membandingkan, membedakan dan sebagainya.
Ketiga, jumlah butir soalnya umumnya terbatas, yaitu berkisar antara lima sampai dengan sepuluh butir.
Keempat, pada umumnya butir-butir soal tes uraian itu diawali dengankata-kata: "Jelaskan......", "Terangkan......", "Uraikan ......", "Mengapa ......", "Bagaimana ......" atau kata-kata lain yang serupa dengan itu.
b.      Penggolongan Tes Uraian
Sebagai salah satu jenis tes hasil belajar, tes uraian dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes uraian bentuk bebas atau terbuka dan tes uraian bentuk terbatas.
Pada tes uraian bentuk terbuka, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee sepenuhnya diserahkan kepada testee itu sendiri. Artinya, testee mempunyai kebebasan yang seluas-luasnya dalam merumuskan, mengorganisasikan dan menyajikan jawabannya dalam bentuk uraian.
Adapun pada tes uraian bentuk terbatas, jawaban yang dikehendaki muncul dari testee adalah jawaban yang sifatnya sudah lebih terarah (dibatasi).


c.       Ketepatan Penggunaan Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk uraian sebagai salah satu alat pengukur hasil belajar, tepat dipergunakan apabila pembuat soal (guru, dosen, panitia ujian dan lain-lain) disamping ingin mengungkap daya ingat dan pemahaman testee terhadap materi pelajaran yang ditanyakan dalam tes, juga dikehendaki untuk mengungkap kemampuan testee dalam memahami berbagai macam konsep berikut aplikasinya. Kecuali itu, tes subyektif ini lebih tepat dipergunakan apabila jumlah testee terbatas.
d.      Segi-segi Kebaikan dan Kelemahan Tes Uraian
Tes hasil belajar bentuk uraian, disamping memiliki keunggulan-keunggulan juga tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Di antara keunggulan yang dimiliki oleh tes uraian adalah, bahwa:
1)      Tes uraian adalah merupakan jenis tes hasil belajar yang pembuatannya dapat dilakukan dengan mudah dan cepat.
2)      Dengan menggunakan tes uraian, dapat dicegah kemungkinan timbulnya permainan spekulasi di kalangan testee.
3)      Melalui butir-butir soal tes uraian, penyusun soal akan dapat mengetahui seberapa jauh tingkat kedalaman dan tingkat penguasaan testee dalam memahami materi yang ditanyakan dalam tes tersebut.
4)      Dengan menggunakan tes uraian, testee akan terdorong dan terbiasa untuk berani mengemukakan pendapat dengan menggunakan susunan kalimat dan gaya bahasa yang merupakan hasil olahannya sendiri.
Adapun kelemahan-kelemahan yang disandang oleh tes subyektif antara lain adalah, bahwa:
1)      Tes uraian pada umumnya kurang dapat menampung atau mencakup dan mewakili isi dan luasnya materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan kepada tes¬tee, yang seharusnya diujikan dalam tes hasil belajar.
2)      Cara mengoreksi jawaban soal tes uraian cukup sulit.
3)      Dalam pemberian skor hasil tes uraian, terdapat kecenderungan bahwa tester lebih banyak bersifat subyektif.
4)      Pekerjaan koreksi terhadap lembar-lembar jawaban hasil tes uraian sulit untuk diserahkan kepada orang lain.
5)      Daya ketepatan mengukur (validitas) dan daya keajegan mengukur (reliabilitas) yang dimiliki oleh tes uraian pada umumnya rendah sehingga kurang dapat diandalkan sebagai alat pengukur hasil belajar yang baik.
e.       Petunjuk Operasional dalam Penyusunan Tes Uraian
Bertitik tolak dari keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh tes hasil belajar bentuk uraian seperti telah dikemukakan di atas, maka beberapa petunjuk operasional berikut ini akan dapat dijadikan pedoman dalam menyusun butir-butir soal tes uraian.
Pertama, dalam menyusun butir-butir soal tes uraian, sejauh mungkin harus dapat diusahakan agar butir-butir soal tersebut dapat mencakup ide-ide pokok dari materi pelajaran yang telah diajarkan, atau telah diperintahkan kepada testee untuk mempelajarinya.
Kedua, untuk menghindari timbulnya perbuatan curang oleh testee (misalnya: menyontek atau bertanya kepa¬da testee lainnya), hendaknya diusahakan agar susunan kalimat soal dibuat berlainan dengan susunan kalimat yang terdapat dalam buku pelajaran atau bahan lain yang diminta untuk mempelajarinya.
Ketiga, sesaat setelah butir-butir soal tes uraian dibuat, hendaknya segera disusun dan dirumuskan secara tegas, bagaimana atau seperti apakah seharusnya jawaban yang dikehendaki oleh tester sebagai jawaban yang betul.
Keempat, dalam menyusun butir-butir soal tes uraian hendaknya diusahakan agar pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintahnya jangan dibuat seragam, melainkan dibuat secara bervariasi.
Kelima, kalimat soal hendaknya disusun secara ringkas, padat dan jelas.
Keenam, suatu hal penting yang tidak boleh dilupakan oleh tester ialah, agar dalam menyusun butir-butir soal yang harus dijawab atau dikerjakan oleh testee, hendaknya dikemukakan pedoman tentang cara mengerjakan atau menjawab butir-butir soal tersebut.

2.      Tes Hasil Belajar Bentuk Obyektif (Objective Test)
a.       Pengertian Tes Obyektif
Tes obyektif (objective test) yang juga dikenal dengan istilah tes jawaban pendek (short answer test), tes "ya-tidak" (yes-no test) dan tes model baru (new type test),adalah salah satu jenis tes hasil belajar yang terdiri dari butir-butir soal (items) yang dapat dijawab oleh testee dengan jalan memilih salah satu (atau lebih) di antara beberapa kemungkinan jawaban yang telah dipasangkan pada masing-masing items; atau dengan jalan menuliskan (mengisikan) jawabannya berupa kata-kata atau simbol-simbol tertentu pada tempat atau ruang yang telah disediakan untuk masing-rnasing butir item yang bersangkutan.
b.      Penggolongan Tes Obyektif
Tes obyektif dapat dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:
1)      Tes obyektif bentuk benar-salah (True-False Test).
2)      Tes obyektif bentuk menjodohkan (Matching Test).
3)      Tes obyektif bentuk melengkapi (Completion Test).
4)      Tes obyektif bentuk isian (Fill in Test)
5)      Tes obyektif bentuk pilihan ganda (Multiple Choice Item Test)
c.       Ketepatan Penggunaan Tes Obyektif
Tes hasil belajar bentuk obyektif tepat digunakan apabila tester berhadapan dengan kenyataan-kenyataan seperti tersebut di bawah ini:
1)   Peserta tes jumlahnya cukup banyak. Dengan jumlah testee yang cukup banyak itu, maka penggunaan tes uraian menjadi kurang efektif dan efisien, terutama ditinjau dari segi waktu yang dibutuhkan untuk mengoreksi hasilnya.
2)   Penyusun tes (tester) telah memiliki kemampuan dan bekal pengalaman yang luas dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif.
3)   Penyusun tes memiliki waktu yang cukup longgar dalam mempersiapkan penyusunan butir-butir soal tes obyektif.
4)   Penyusun tes merencanakan, bahwa butir-butir soal tes obyektif itu tidak hanya akan dipergunakan dalam satu kail tes saja, melainkan akan dipergunakan lagi pada kesempatan tes-tes hasil belajar yang akan datang.
5)   Penyusun tes mempunyai keyakinan penuh bahwa dengan menggunakan butir-butir soal tes obyektif yang disusunnya itu, akan dapat dilakukan penganalisisan dalam rangka mengetahui kualitas butir-butir itemnya.
6)   Penyusun tes berkeyakinan bahwa dengan mengeluarkan butir-butir soal tes obyektif, maka prinsip obyektivitas akan lebih mungkin untuk diwujudkan ketimbang menggunakan butir-butir soal tes subyektif.
d.      Keunggulan Dan Kelemahan Tes Obyektif
Keunggulan yang dimiliki oleh tes obyektif, antara lain:
1)   Tes obyektif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili materi yang telah diajarkan kepada peserta didik atau telah diperintahkan kepada peserta didik untuk mempelajarinya.
2)   Tes obyektif lebih memungkinkan bagi tester untuk bertindak lebih obyektif, baik dalam mengoreksi lembar-lembar jawaban soal, menentukan bobot skor maupun dalam menentukan nilai hasil tesnya.
3)   Mengoreksi hasil tes obyektif adalah jauh lebih mudah dan lebih cepat ketimbang mengoreksi hasil tes uraian.
4)   Berbeda dengan tes uraian, maka tes obyektif memberikan kemungkinan kepada orang lain untuk ditugasi atau dimintai bantuan guna mengoreksi hasil tes tersebut.
5)   Butir-butir soal pada tes obyektif, jauh lebih mudah dianalisis, baik analisis dari segi derajat kesukarannya, daya pembedanya, validitas maupun reliabilitasnya.
Kelemahan tes obyektif antara lain:
1)   Menyusun butir-butir soal tes obyektif adalah tidak semudah seperti halnya menyusun tes uraian. Bukan hanya karena jumlah butir-butir soalnya cukup banyak, menyiapkan kemungkinan jawab yang harus dipasangkan pada setiap butir item pada tes obyektif itu juga bukan merupakan pekerjaan yang ringan.
2)   Tes obyektif pada umumnya kurang dapat mengukur atau mengungkap proses berpikir yang tinggi atau mendalam.
3)   Dengan tes obyektif, terbuka kemungkinan bagi testee untuk bermain spekulasi, tebak terka, adu untung dalam memberikan jawaban soal.
4)   Cara memberikan jawaban soal pada tes obyektif, di mana dipergunakan simbol-simbol huruf yang sifatnya seragam.
e.       Petunjuk Operasional Penyusunan Tes Obyektif
1)   Untuk dapat menyusun butir-butir soal tes obyektif yang bermutu tinggi, pembuat soal tes (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) harus membiasakan diri dan sering berlatih, sehingga dari waktu ke waktu ia akan dapat merancang dan menyusun butir-butir soal tes obyektif dengan lebih baik dan lebih sempurna.
2)   Setiap kali alat pengukur hasil belajar berupa tes obyektif itu selesai dipergunakan, hendaknya dilakukan penganalisisan item, dengan tujuan dapat mengidentifikasi butir-butir item mana yang sudah termasuk dalam kategori "baik" dan butir-butir item mana yang masih termasuk dalam kategori "kurang baik" dan "tidak baik".
3)   Dalam rangka mencegah timbulnya permainan spekulasi dan kerja sama yang tidak sehat di kalangan testee, perlu disiapkan terlebih dahulu suatu norma yang memperhitungkan faktor tebakan.
4)   Agar tes obyektif disamping mengungkap aspek ingatan atau hafalan juga dapat mengungkap aspek-aspek berpikir yang lebih dalam.
5)   Dalam menyusun kalimat soal-soal tes obyektif, bahasa atau istilah-istilah yang dipergunakan hendaknya cukup sederhana, ringkas, jelas dan mudah dipahami oleh testee.
6)   Untuk mencegah terjadinya silang pendapat atau perdebatan antara testee dengan tester, dalam menyusun butir-butir soal tes obyektif hendaknya diusahakan sungguh-sungguh agar tidak ada butir-butir yang dapat menghasilkan penafsiran ganda atau kerancuan dalam pemberian jawabannya.
7)   Cara memenggal atau memutus kalimat, membubuhkan tanda-tanda baca seperti titik, koma dan sebagainya, penulisan tanda-tanda aljabar seperti kuadrat, akar dan sebagainya, hendaknya ditulis secara benar, usahakan agar tidak terjadi kesalahan ketik atau kesalahan cetak, sehingga tidak mengganggu konsentrasi testee dalam memberikan jawaban soal.
8)   Dengan cara bagaimanakah testee seharusnya memberikan jawaban terhadap butir-butir soal yang diajukan dalam tes, hendaknya diberikan pedoman atau petunjuknya secara jelas dan tegas.

D.      Teknik Pelaksanaan Tes Hasil Belajar
Dalam praktek, pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Pada tes tertulis, soal-soal tes dituangkan dalam bentuk tertulis dan jawaban tes juga tertulis. Pada tes lisan, soal-soal tes diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Namun demikian dapat juga soal-soal tes diajukan secara lisan dan dalam waktu yang ditentukan, jawaban harus dibuat secara tertulis. Adapun pada tes perbuatan, wujud soal tesnya adalah pemberian perintah atau tugas yang harus dilaksanakan oleh testee, dan cara penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai setelah testee melaksanakan tugas tersebut.
1.      Teknik Pelaksanaan Tes Tertulis
Dalam melaksanakan tes tertulis ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu sebagaimana dikemukakan berikut ini:
1)        Agar dalam mengerjakan soal tes para peserta tes mendapat ketenangan, seyogyanya ruang tempat berlangsungnya tes dipilihkan yang jauh dari keramaian, kebisingan, suara hiruk-pikuk dan lalu lalangnya orang. Adalah sangat bijaksana apabila di luar ruangan tes dipasang papan pemberitahuan.
2)        Ruangan tes harus cukup longgar, tidak berdesak-desakan, tempat duduk diatur dengan jarak tertentu yang memungkinkan tercegahnya kerja sama yang tidak sehat di antara testee.
3)        Ruangan tes sebaiknya memiliki sistem pencahayaan dan pertukaran udara yang baik.
4)        Jika dalam ruangan tes tidak tersedia meja tulis atau kursi yang memiliki alas tempat penulis,maka sebelum tes dilaksanakan hendaknya sudah disiapkan alat berupa alas tulis yang terbuat dari triplex, hardboard atau buhur, lainnya.
5)        Agar testee dapat memulai mengerjakan soal tes secara bersamaan, hendaknya lembar soal-soal tes diletakkan secara terbalik, sehingga tidak memungkinkan bagi testee untuk membaca dan mengerjakan soal lebih awal daripada teman-temannya.
6)        Dalam mengawasi jalannya tes, pengawas hendaknya berlaku wajar. Artinya jangan terlalu banyak bergerak, terlalu sering berjalan-jalan dalam ruangan tes sehingga mengganggu kottsentrasi testee. Sebaliknya, pengawas tes juga jangan selalu duduk di kursi sehingga dapat membuka peluang bagi testee yang tidak jujur untuk bertindak curang.
7)        Sebelum berlangsungnya tes, hendaknya sudah ditentukan lebih dahulu sanksi yang dapat dikenakan kepada testee yang berbuat curang.
8)        Sebagai bukti mengikuti tes, harus disiapkan daftar hadir yang harus ditandatangani oleh seluruh peserta tes.
9)        Jika waktu yang ditentukan telah habis, hendaknya testee diminta untuk menghentikan pekerjaannya dan secepatnya meninggalkan ruangan tes.
10)    Untuk mencegah timbulnya berbagai kesulitan dikemudian hari, pada Berita Acara Pelaksanaan Tes harus dituliskan secara lengkap, berapa orang testee yang hadir dan siapa yang tidak hadir, dengan menuliskan identitasnya (nomor urut, nomor induk, nomor ujian, nama dan sebagainya), dan apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan atau kelainan-kelainan harus dicatat dalam berita acara pelaksanaan tes tersebut.

2.      Teknik Pelaksanaan Tes Lisan
Beberapa petunjuk praktis berikut ini kiranya akan dapat dipergunakan sebagai Pegangan dalam pelaksanaan tes lisan, yaitu:
1)        Sebelum tes lisan dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis soal yang akan diajukan kepada testee dalam tes lisan tersebut, sehingga tes lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun konstruksinya.
2)        Setiap butir soal yang telah ditetapkan untuk diajukan dalam tes lisan itu, juga harus disiapkan sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
3)        Jangan sekali-kali menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh testee menjalani tes lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus sudah dapat ditentukan di saat masing-masing testee selesai dites.
4)        Tes hasil belajar yang dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah dari evaluasi menjadi diskusi.
5)        Dalam rangka menegakkan prinsip obyektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali "memberikan angin segar" atau "memancing-mancing" dengan kata-kata, kalimat-kalimat atau kode-kode tertentu yang sifatnya menolong testee tertentu alasan "kasihan" atau karena tester menaruh "rasa simpati" kepada testee yang ada dihadapinya itu. Menguji, pada hakikatnya adalah "mengukur" dan bukan "membimbing" testee.
6)        Tes lisan harus berlangsung secara wajar. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa tes lisan itu jangan sampai menimbulkan rasa takut, gugup atau panik di kalangan testee.
7)        Sekalipun acapkali sulit untuk dapat diwujudkan, namun sebaiknya tester mempunyai pedoman atau ancar-ancar yang pasti, berapa lama atau berapa waktu yang disediakan bagi tiap peserta tes dalam menjawab soal-soal atau pertanyaan-pertanyaan pada tes lisan tersebut.
8)        Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam tes lisan hendaknya dibuat bervariasi, dalam arti bahwa sekalipun inti persoalan yang ditanyakan itu sama, namun cara pengajuan pertanyaannya dibuat berlainan atau beragam.
9)        Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secara individual (satu demi satu).

3.      Teknik Pelaksanaan Tes Perbuatan
Tes perbuatan pada umumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee setelah melaksanakan tugas tersebut.
Karena tes inibertujuan ingin mengukur keterampilan, maka sebaiknya tes perbuatan ini dilaksanakan secara individual. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing individu yang dites akan dapat diamati dan dinilai secara pasti, sejauh mana kemampuan atau keterampilannya dalam melaksanakan tugas yang diperintahkan kepada masing-masing individu tersebut.
Dalam melaksanakan tes perbuatan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh tester, yaitu:
1)             Tester harus mengamati dengan secara teliti, cara yang ditempuh oleh testee dalam menyelesaikan tugas yang telah ditentukan.
2)             Agar dapat dicapai kadar obyektivitas setinggi mungkin, hendaknya tester jangan berbicara atau berbuat sesuatu yang dapat mempengaruhi testee yang sedang mengerjakan tugas tersebut.
3)             Dalam mengamati testee yang sedang melaksanakan tugas itu, hendaknya tester telah menyiapkan instrumen berupa lembar penilaian yang di dalamnya telah ditentukan  hal-hal apa sajakah yang harus diamati dan diberikan penilaian.
 












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
1.      Ciri ciri atau kriteria tes yang baik adalah valid, reliabel, obyektif, dan praktis.
2.      prinsip-prinsip dasar penyusunan tes sebagai berikut adalah meliputi, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional, butir-butir soal tes hasil belajar harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan, sehingga dapat dianggap mewakili seluruh performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar harus dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri, tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan, tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan, tes hasil belajar disamping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar siswa.
3.      Teknik penyusunan tes hasil belajar ditinjau dari bentuk soal dapat dibeadakan dua macam, yaitu: tes hasil belajar bentuk uraian dan bentuk obyektif.
4.      Pelaksanaan tes hasil belajar dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), dengan secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan.








DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi,. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Purwanto M. Ngalim,. 2009. Prinsip-prinsip dan Tekhnik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakerya.
Sudjiono, Anas,. 2007.Pengantar Evaluasi Pendidikan,.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar