Jumat, 21 Oktober 2016

GEJALA JIWA MANUSIA



BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian Gejala Jiwa
Perilaku manusia akan lebih mudah dipahami jika kita juga memahami proses mental yang mendasari perilaku tersebut. Demikian juga kita akan lebih mudah memahami perilaku siswa jika kita memahami proses mental yang mendasari perilaku siswa tersebut Mengingat pentingnya pemahaman tentang proses mental tersebut, Proses mental juga sering disebut dengan gejala jiwa.
Menurut John Amos Comenius, manusia mempunyai tiga komponen jiwa yang menggerakkan aktivitas jiwa raga.Tiga komponen jiwa tersebut meliputi : saraf pertumbuhan,perasaan,dan intelek.Karena itu dikatakan,bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar yaitu :
Ø  Sifat Biologis (Tumbuh-tumbuhan) : Sifat ini telah membuat manusia tumbuh secara alami dengan prinsip-prinsip biologis dengan menggunakan lingkungnnya
Ø  Sifat Hewani: dengan adanya perasaan-perasaan hakiki,manusia mengalami desakan-desakan internal untuk mencari keseimbangan hidup.Melalui peralatan indranya,manusia menjadi sadar dan menuruti keinginan-keinginan dan seleranya
Ø  Sifat intelektual : dengan sifat ini, manusia mampu menemukan benar atau salahnya sesuatu, dapat membedakan baik dan buruknya objek, serta dapat mengerahkan keinginan dan emosinya. Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari makhluk – makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini, manusia dilebihkan derajatnya dari makhluk – makhluk lain.

2.1       Macam-Macam Gejala-Gejala Jiwa dan Karakteristiknya
     2.1.1 Gejala Jiwa Kognisi (Pengenalan)
             Istilah cognitive beasal dari kata cognition yang mempunyai padanan kata atau sinonim knowing yang mempunyai arti mengetahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) merupakan pemerolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dala perkembangannya istilah kognisi berkembang menjadi suatu ranah psikologis manusia  yang meliputi setiap peilaku mental  yang berhubungan  dengan  pemahaman,  pertimbangan,  pengolahan  informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.
              Gejala kognisi meliputi:

1.      Pengamatan
            Pengamatan merupakan usaha manusia untuk mengenal dunia nyata, baik mengenai dirinya sendiri maupun dunia sekitar di mana dia berada, dengan cara melihatnya, mendengarnya, membaunya, merabanya atau mengecapnya. Cara-cara mengenal objek tersebut disebut dengan mengamati, sedangkan melihat, mendengar dan seterusnya itu merupakan modalitas pengamatan. Dengan kata lain, modalitas pengamatan dibedakan berdasarkan panca indera yang kita gunakan untuk mengamati. Dunia pengamatan biasanya dilukiskan menurut aspek pengaturan tertentu, agar subjek dapat melakukan orientasi secara baik. Aspek pengaturan tersebut adalah:
a. Pengaturan menurut sudut pandang ruang. Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: atas-bawah, kanan-kiri, jauh dekat, tinggi-rendah, dan sebagainya. Misalnya Nela belajar, di mana?
b. Pengaturan menurut sudut pandang waktu. Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian: masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang serta berbagai variasi waktu. Misalnya ada pengumuman akan ada ujian, kapan?
c. Pengaturan menurut sudut pandang Gestalt. Menurut sudut pandang ini, dunia pengamatan atau objek yang kita amati memiliki arti jika dipandang sebagai kesatuan yang utuh. Misalnya melihat sekolah, harus dilihat sebagai sebuah bangunan yang utuh, bukan sekedar kumpulan dari batubata, semen, genteng dan sebagainya.
d. Pegaturan menurut sudut pandang arti. Menurut sudut pandang ini, objek yang kita amati dilukiskan berdasarkan artinya bagi kita. Jika dilihat secara fisik, bangunansekolah dengan kantor kecamatan atau rumah sakit mungkin relatif sama, tapi memiliki arti yang sangat berbeda (Suryabrata, 1990, hal 19-20).

      2. Tanggapan
Menurut Bigot (dalam Suryabrata, 1990, hal 36), tanggapan didefinisikan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan terhadap suatu objek.   Karena itu tanggapan juga sering disebut sebagai bayangan. Dalam proses pengamatan terjadilah gambaran dalam jiwa seseorang. Ternyata gambaran sebagai hasil proses pengamatan tidak langsung hilang setelah pengamatan selesai. Manusia mempunyai kemampuan-kemampuan lain di samping kemampuan untuk mengadakan persepsi, yaitu kemampuan membayangkan atau menanggap kembali hal-hal yang telah diamatinya itu.
Kemampuan tersebut juga menunjukkan bahwa gambaran yang terjadi pada saat pengamatan tidak hilang begitu saja, tetapi dapat disimpan dalam jiwa individu tersebut. Proses menanggap atau membayangkan kembali merupakan representasi, yaitu membayangkan kembali atau menimbulkan kembali gambaran yang ada pada saat pengamatan. Baik pada pengamatan maupun dalam tanggapan keduanya dapat membentuk gambaran, tetapi pada umumnya gambaran yang ada pada pengamatan lebih jelas dan lebih lengkap dibandingkan gambaran pada tanggapan. Untuk memudahkan kita dalam memahami perbedaan antara
Pengamatan
Tanggapan
1. Cara tersedianya objek disebut
presentasi
2. Objek yang sesungguhnya ada
3. Objek ada bagi setiap orang
4. Terikat pada tempat, keadaan dan
Waktu
1. Cara tersedianya objek disebut
representasi
2. Objek yang sesungguhnya tidak ada.
3. Objek hanya ada pada dan bagi subjek
yang menanggap
4. Terlepas dari tempat, keadaan dan
waktu
Pengamatan maupun tanggapan merupakan bagian dari proses perolehan pengertian dengan melalui urutan sebagai berikut:
1) Pengamatan
2) Bayangan pengiring
3) Bayangan eidetik
4) Tanggapan
5) Pengertian
      Bayangan pengiring adalah merupakan bayangan yang muncul setelah setelah kita melihat suatu warna (Suryabrata, 1990). Bayangan pengiring pada umumnya hanya berjalan sebentar saja, yang segera timbul mengiringi proses pengamatan setelah pengamatan itu berakhir. Bayangan pengiring ada dua macam, yaitu:
(1) Bayangan pengiring positif, yaitu bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya
(2) Bayangan pengiring negatif, yaitu bayangan pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya, melainkan seperti warna komplemen dari objek tersebut.
      Bayangan eidetik adalah bayangan yang terang dan jelas seperti menghadapi objeknya sendiri (Walgito, 1997). Apabila orang tidak dapat membedakan pengamatan dengan bayangan, maka orang akan mengalami halusinasi. Pada bayangan eidetic sekalipun bayangan tersebut sangat jelas seperti pada pengamatan, namun individu masih menyadari bahwa hal tersebut hanyalah merupakan bayangan saja. Jadi individu sadar bahwa stimulus pada waktu itu tidak ada, sekalipun bayangannya sangat jelas. Hal tersebut tidak terdapat pada orang yang menderita halusinasi, karena dia tidak menyadari bahwa itu hanya bayangan saja.

3. Fantasi
            Fantasi didefinisikan sebagai kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau bayangan-bayangan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang sudah ada, dan tanggapan yang baru tersebut tidak harus sama atau sesuai dengan benda-benda yang ada (Suryabrata, 1990; Walgito, 1997). Jenis-jenis fantasi adalah sebagai berikut:
a.       Fantasi Mencipta
Fantasi  yang  terjadi  atas  inisiatif  atau  kehendak  sendiri,  tanpa bantuan  orang lain  atau  jenis  fantasi  yang  mampu  menciptakan  hal-hal baru. Fantasi macam ini biasanya lebih banyak dimilki oleh para seniman, anak-anak, dan para ilmuwan.
b.      Fantasi Tuntunan atau Terpimpin
Fantasi yang terjadi dengan bantuan pimpinan atau tuntunan orang lain.  Dalam  hal  ini  misalnya  kalau  kita  sedang  membaca  buku,  kita mengikuti pengarang buku itu dalam ceritanya.
  Fungsi Pokok Fantasi adalah sebagai berikut:
a)      Fantasi mengh-abstrahir (mengabstraksi)
     Fantasi dengan menyaring atau memisahkan sifat-sifat tertentu dari tanggapan  yang sudah  ada. Misalnya  anak  yang  belum  pernah  melihat gurun  pasir,  maka  dalam  berfantasi,  dibayangkan  dengan  seperti lapangan  tanpa  pohon-pohon  disekitarnya  dan  tanahnya  malulu  pasir semua bukan rumput.

b)      Fantasi Mengkombinir
     Fantasi dengan mengabungkan dua atau lebih tanggapan-tanggapan yang  sudah  ada,  disusun  menjadi  satu  tanggapan  baru.  Misalnya: Tanggapan badan singa + kepala manusia = Spinx di kota Mesir
c)      Fantasi Mendeterninir
    Fantasi  dimana  tanggapan  lama  dilengkapi,  disempurnakan  dan mendapatkan  ketentuan  yang  lebih  jelas  dan  terbatas  sehingga  tercipta tanggapan baru

4. Perhatian
Perhatian didefinisikan sebagai pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek (Walgito, 1997). Jika individu sedang memperhatikan pelajaran yang diterangkan guru, berarti seluruh aktifitas individu dicurahkan atau dikonsentrasikan pada pelajaran tersebut. Dengan demikian, apa yang diperhatikan oleh individu akan disadari dan betul-betul jelas bagi individu tersebut. Perhatian dan kesadaran memiliki korelasi yang positif, sehingga perhatian juga mengandung pengertian banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktifitas yang dilakukan (Suryabrata, 1990, hal 14).
Terdapat bermacam-macam penggolongan perhatian, yaitu:
1) Atas dasar intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai suatu aktifitas, maka perhatian dibedakan menjadi:
a. Perhatian intensif, yaitu perhatian yang menyertakan banyak aspek kesadaran
b. Perhatian tidak intensif, yaitu perhatian yang tidak banyak menyertakan aspek   kesadaran
Dengan demikian semakin banyak kesadaran yang menyertai suatu aktifitas, maka makin intensiflah perhatiannya.
2) Atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian:
a. Perhatian terpusat, yaitu perhatian yang tertuju pada lingkup objek yang terbatas
b. Perhatian terpencar, yaitu perhatian yang tertuju pada lingkup objek yang luas atau tertuju pada banyak objek sekaligus
3) Atas dasar cara timbulnya, perhatian dibedakan menjadi:
a. Perhatian spontan, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, atau timbul secara spontan. Perhatian ini timbul tanpa sengaja atau tanpa usaha.
b. Perhatian refleksif, atau tidak spontan, yaitu perhatian yang dimunculkan dengan  sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya.
 Secara praktis, yang penting untuk diperhatikan adalah mengetahui hal-hal yang menarik perhatian. hal-hal yang menarik perhatian dapat dipandang dari dua segi, yaitu:
1) Dari segi objek
     Dipandang dari segi objek, hal-hal yang menarik perhatian adalah hal-hal yang keluar dari konteksnya, atau lain dari pada yang lain.
2) Dari segi subjek
      Dari sudut pandang ini, hal yang menarik perhatian adalah hal-hal yang berkaitan dengan subjek itu sendiri, misalnya yang terkait dengan kebutuhan, kegemaran, pekerjaan, atau sejarah hidup subjek.

5. Ingatan
Segala macam belajar melibatkan ingatan. Jika individu tidak dapat mengingat apapun mengenai pengalamannya, dia tidak akan dapat belajar apa-apa. Pada umumnya para ahli memandang ingatan sebagai hubungan pengalaman dengan masa lampau (Walgito, 1997). Dengan adanya kemampuan untuk mengingat, manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang telah pernah dialaminya. Walaupun begitu, tidak semua yang pernah dialami oleh manusia akan dapat ditimbulkan kembali. Dengan kata lain, kadang-kadang terdapat hal-hal yang tidak dapat diingat kembali.
Para ahli membedakan tiga tahapan dalam ingatan, yaitu memasukkan pesan dalam ingatan (encoding), penyimpanan (storage), dan mengingat kembali (retrieval) (Atkinson, dkk,1997). Karena itu, maka biasanya ingatan didefinisikan sebagai kemampuan untuk memasukkan, menyimpan dan mengingat kembali pesan-pesan Fungsi memasukkan dapat dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu:
1) Memasukkan dengan cara tidak disengaja. Dengan cara ini apa yang dialami, dengan tidak disengaja dimasukkan dalam ingatan.
2) Memasukkan dengan cara sengaja. Dengan cara ini individu sengaja memasukkan pengalaman-pengalaman, pengetahuan-pengetahuan ke dalam ingatannya.
Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli, ternyata terdapat perbedaan kemampuan individu untuk memasukkan pesan-pesan ke dalam ingatan. Ada orang yang dengan cepat, namun ada juga yang lambat dalam memasukkan pesan. Demikian juga halnya dengan materi yang dimasukkan, ada yang mampu untuk memasukkan banyak pesan, namun ada juga yang hanya mampu memasukkan sedikit pesan.
Dalam tahapan penyimpanan, individu mempertahankan dan menyimpan pesan dalam ingatan selama beberapa waktu sampai saatnya ditimbulkan kembali. Karena itu masalah yang timbul dalam hal ini adalah bagaimana agar pesan yang telah dimasukkan tersebut dapat disimpan dengan baik, sehingga pada suatu waktu dapat ditimbulkan kembali dengan mudah bila dibutuhkan.
Tahapan yang ketiga, yaitu mengingat kembali merupakan kemampuan untuk menimbulkan kembali hal-hal yang disimpan dalam ingatan. Kemampuan untuk menimbulkan kembali ini dibedakan menjadi dua, yaitu mengingat kembali (to recall) dan mengenal kembali (to recognize). Pada mengingat kembali, individu menimbulkan kembali apa yang diingat tanpa adanya stimulus, sedangkan pada mengenal kembali orang menimbulkan kembali apa yang diingat dengan kehadiran objeknya.
Dalam membahas ingatan, maka orang tidak bisa meniadakan kelupaan. Karena apa yang diingat merupakan apa yang tidak dilupakan, dan apa yang dilupakan adalah apa yang tidak diingat. Sehubungan dengan kelupaan tersebut, terdapat dua teori yang dapat menjelaskan terjadinya kelupaan:
    1) Teori atropi
Menurut teori ini kelupaan terjadi karena jejak-jejak ingatan atau memory traces telah lama tidak ditimbulkan kembali, sehingga mengendap dan pada akhirnya orang lupa.
   2) Teori interferensi
Menurut teori ini kelupaan terjadi karena jejak-jejak ingatan atau memory traces saling bercampur aduk, mengganggu satu sama lain.

6. Berpikir
Keberhasilan terbesar dari spesies manusia adalah kemampuannya untuk mempunyai pemikiran yang kompleks. Berpikir meliputi sejumlah besar kegiatan mental. Individu berpikir ketika sedang merencanakan liburan, menulis surat, memutuskan bahan makanan yang dibutuhkan, atau ketika sedang cemas memikirkan teman yang sakit. Berpikir membutuhkan kemampuan untuk membayangkan atau menggambarkan benda dan peristiwa yang secara fisik tidak ada. Berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menghasilkan representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks, antara proses-proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah (Solso, 1988). Misalnya pada waktu seseorang membaca buku, informasi diterima melalui berbagai tahapan mulai dari proses sensori sampai dengan memori. Informasi ini kemudian ditransformasikan sehingga menghasilkan apa yang disebut intisari sebagai informasi baru yang berarti pula sebagai pengetahuan baru bagi seseorang.
Proses berpikir secara normal menurut Mayer (dalam Solso, 1988) meliputi tiga
komponen pokok sebagai berikut:
1) Berpikir adalah aktifitas kognitif yang terjadi di dalam mental atau pikiran seseorang,
tidak tampak, tetapi dapat disimpulkan berdasarkan perilaku yang nampak. Misalnya pemain catur meperlihatkan proses berpikirnya melalui gerakan-gerakan atau langkah-langkah yang dilakukan.
2) Berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa manipulasi pengetahuan di dalam sistem kognitif. Pengetahuan yang pernah dimiliki (tersimpan dalam ingatan) digabungkan dengan informasi sekarang sehingga mengubah pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang dihadapi.
3) Berpikir diarahkan dan menghasilkan perbuatan pemecahan masalah atau diarahkan menuju pada pemecahan masalah. Seperti seorang pemain catur, setiap langkah yang dilakukan diarahkan untuk memenangkan permainan, meski tidak semua langka yang dilakukan berhasil, namun secara umum dalam pikirannya semua langkah diarahkan pada suatu pemecahan.
Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam kaitan antara proses berpikir dan pemecahan masalah. Pertama, sebagian orang menganggap bahwa berpikir merupakan aktifitas mental yang rutin dalam diri seseorang seperti halnya bernafas, dan peredaran darah. Jadi, berpikir dianggap merupakan aktifitas syaraf otak yang tidak harus berhubungan dengan masalah (Bugalski, 1983). Berpikir tidak hanya terjadi pada saat orang menghadapi persoalan. Misalnya, orang bisa makan sambil berpikir. Ini dapat terjadi baik disadari maupun tidak disadari. Kedua, sebagian berpendapat bahwa berpikir itu selalu berhubungan dengan suatu persoalan yang akan dicari jalan keluarnya.
 Kecenderungan terakhir ini adalah pandangan kedua, sebab berpikir itu muncul karena ada sesuatu yang dipikirkan—keinginan terhadap kondisi tertentu, ketidak puasan, semuanya terjadi dalam kehidupan.  Kemungkinan letak perbedaannya adalah pada pengertian masalah. Jika masalah dianggap sebagai sesuatu yang datang dari lingkungan yang tidak terelakkan dan perlu dicari pemecahan, maka pandangan pertama bisa dibenarkan karena pada saat itu orang akan berpikir. Sebaliknya, jika masalah dipahami sebagai fenomena yang bisa muncul dari dalam diri seseorang yang berarti memeprmasalahkan sesuatu kemudian berusaha mencari jalan keluar, maka pandangan kedua bisa dibenarkan karena pada saat ini orang melakukan aktifitas berpikir juga.

     7. Inteligensi
Inteligensi merupakan masalah yang banyak dibahas orang sejak lama. Walaupun ada pergeseran pandangan dalam masalah ini, tetapi pada umumnya orang berbendapat bahwa inteligensi merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan belajar seseorang. Inteligensi juga sering disebut dengan kecerdasan. Istilah inteligensi berasal dari kata latin “intelligere” yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Definisi inteligensi sendiri cukup beragam. Salah satu definisi dinyatakan oleh Stern yang menyebutkan bahwa inteligensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya (Walgito, 1997).
Sementara itu GD Stoddard (dalam Crow & Crow, 1984) menyatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan yang mengendalikan aktifitas-aktifitas dengan ciri-ciri sukar, kompleks, abstrak, tepat, bertujuan, bernilai sosial dan menampakkan adanya keaslian, serta kemampuan untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan seperti itu dalam kondisi yang memerlukan energi dan berlawanan dengan kekuatan-kekuatan emosional. Sedangkan Terman (dalam Walgito, 1997) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan berpikir abstrak. Dalam teori-teori tentang inteligensi, banyak para ahli yang menyatakan adanya faktor-faktor tertentu dalam inteligensi.   Namun mengenai faktor-faktor apa yang terdapat dalam inteligensi, sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara para ahli itu sendiri.
Menurut Spearman, inteligensi mengandung 2 faktor:
   1) General ability (faktor G)
Merupakan faktor yang mendasari semua tingkah laku orang. Jadi dalam setiap
tingkah laku terdapat faktor g yang sama.
  2) Special ability (faktor S)
Merupakan faktor yang berfungsi pada tingkah laku khusus. Jadi dalam tingkah laku
yang berbeda akan terdapat faktor s yang berbeda, namun faktor g-nya sama. Teori faktor yang lain dikemukakan oleh Sternberg, yang mengembangkan triarchic theory of intelligence
 (Elliott, dkk, 1999).

Menurut Sternberg terdapat 3 elemen dalam inteligensi:
1) Componential. Merupakan kemampuan untuk berpikir abstrak, memproses informasi, serta menentukan apa yang perlu dilakukan
2) Experiental. Merupakan kemampuan belajar dari pengalaman, sehingga dapat digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas familiar secara efisien.
3) Contextual. Merupakan kemampuan individu untuk beradaptasi dengan lingkungan dalam memecahkan masalah pada situasi khusus. Sering disebut sebagai inteligensi praktis.
Sementara itu Howard Gardner memunculkan teori multiple intelligences (Elliott,1999. Gardner menyatakan bahwa kemampuan kognitif manusia digambarkan sebagai sekumpulan kemampuan, bakat atau keterampilan mental yang disebut sebagai intelligensi. Setiap manusia memiliki tiap kemampuan tersebut, hanya berbeda tingkat serta kombinasinya. Menurut Gardner terdapat 7 macam kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan pandang ruang, kecerdasan gerakan badan, kecerdasan interpersonal serta kecerdasan intrapersonal.
Walaupun ada perbedaan konsepsi mengenai inteligensi, namun pada umumnya para ahli sepakat bahwa masing-masing individu memiliki inteligensi yang berbeda beda. Karena itu antara individu yang satu dengan yang lain juga tidak sama kemampuannya dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Untuk mengetahui perbedaan inteligensi tersebut diperlukan sebuah tes inteligensi. Orang yang pertama kali menciptakan tes inteligensi adalah Binet, yaitu pada tahun 1905, yang kemudian mendapatkan revisi baik dari Binet sendiri maupun dari ahli lain. Walaupun tes inteligensi sangat berguna, khususnya dalam bidang pendidikan, namun hendaknya penggunaan tes inteligensi beserta hasilnya dilakukan dengan hati-hati. Karena tes inteligensi bukan hal yang serba menentukan, maka sebaiknya jangan dipakai sebagai satu-satunya pedoman, melainkan dipergunakan dalam kombinasi dengan instrument pendidikan yang lain.

 Adapun klasifikasi hasil tes inteligensi (IQ) berdasarkan Wechsler Intelligence for
Children (WISC) dan Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) adalah:

Very superior 130 +
Superior 120 – 129
Bright normal 110 – 119
Average 90 – 109
Dull normal 80 – 89
Borderline 70 – 79

Mental defective 69 ke bawah
Klasifikasi mental defective
Tipe                 Range IQ       Range MA                  Range SA        Ket
Moron                         50 – 69            8 – 12 th                      10 – 18 th        educable retarded (SD)
Imbecile          20 – 49            3 – 7 th                       4 – 9 th           trainable retarded
Idiot                - 19                  - 3 th                           - 4 th                institutional retarded



2.2.2    Gejala Jiwa Konasi (Kemauan)
          Kemauan merupakan salah satu fungsi hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktifitas psikis yang mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan. Tujuan adalah titik akhir dari gerakan yang menuju pada sesuatu arah. Adapun tujuan kemampuan adalah pelaksanaan suatu tujuan-tujuan yang harus diartikan dalam suatu hubungan. Misalnya, seseorang yang memiliki suatu benda, maka tujuannya bukan pada bendanya, akan tetapi pada mempunyai benda itu”, yaitu berada dalam relasi (hubungan), milik atas benda itu. Seseorang yang mempunyai tujuan untuk menjadi sarjana, dengan dasar kemauan, ia belajar dengan tekun, walaupun mungkin juga sambil bekerja. Dalam istilah sehari-hari, kemauan dapat disamakan dengan kehendak dan hasrat. Kehendak ialah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu yang merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar sebagai gerak-gerik.
          Gejala Konasi terbagi atas:
a.       Dorongan 
b.      Keinginan
c.       Hasrat
d.      Kecenderungan
e.       Hawa nafsu
f.       Kemauan
       Pribadi  memberikan  corak  dan  menentukan,  sesudah  memilih  dan mengambil  keputusan.  Perbuatan  memilih  dan  mengambil  keputusan  ini disebut dengan keputusan kata hati.

2.2.3    Gejala Jiwa Emosi (Perasaan)
         Perasaan  termasuk  gejala  jiwa  yang  dimiliki  oleh  semua  orang  dan tingkatannya tidak sama. Perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian, perasaan sering juga berhubungan dengan gejala mengenal  .
     Jenis-jenis Emosi (perasaan) adalah sebagai berikut:
1.      Perasaan-perasaan  jasmaniyah:  jenis  perasaan  ini  sering  pula  disebut perasaan tingkat rendah yang terbagi sebagai berikut:
a)      Perasaan  sensoris:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan   dengan stimulus terhadap indra, misalnya: dingin, hangat, pahit, asam dan sebagainya.
b)    Perasaan  vital:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan  kondisi jasmani  pada umumnya,  misalnya  lelah,  lesu,  lemah,  segar,  sehat dan sebagainya.
2.      Perasaan-perasaan  rohaniah:  sering  pula  disebut  sebagai  perasaan  luhur (tingkat tinggi), yang terdiri dari:
a)      Perasaan  intelektual:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan kesanggupan intelektual dalam mengatasi suatu masalah, misalnya: senang  atau  puas  ketika  berhasil  (perasaan  intelektual  positif), kecewa atau jengkel ketika gagal (perasaan intelektual negatif).
b)      Perasaan  kesusilaan  (etis):  yaitu  perasaan  yang  berhubungan dengan  baik-buruk  atau  norma,  misalnya:  puas  ketika  mampu melakukan  hal  yang  baik,  atau  menyesal  ketika  melakukan  hal yang tidak baik.
c)      Perasaan  estetis  (keindahan);  yaitu  perasaan yang  berhubungan dengan  penghayatan  dan  apresiasi  tentang  sesuatu  yang  indah  tau tidak indah. Perasaan ini timbul jika seseorang mengamati sesuatu yang  indah  atau  yang  jelek.  Yang  indah  menimbulkan  perasaan positif, yang jelek menimbulkan perasaan yang negatif.
d)      Perasaan  sosial  (kemasyarakatan):  yaitu  perasaan  yang  cenderung untuk  mengikatkan  diri  dengan  orang-orang  lain,  misalnya: perasaan cinta sesama manusia, rasa ingin bergaul, ingin menolong, rasa simpati atau setia kawan dan sebagainya.
e)      Perasaan  harga diri:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan penghargaan  diri  seseorang,  misalnya:  rasa  senang,  puas,  dan bangga  akibat  adanya pengakuan  dan  penghargaan  dari  orang  lain atau sebaliknya.
f)       Perasaan  ketuhanan  (religius):  yaitu  perasaan  yang  berkaitan dengan  kekuasaan  dan  eksistensi  dari  Tuhan.  Manusia  merupakan satu-satunya yang dianugrahkan perasaan ini oleh Tuhan. Perasaan ini digolongkan pada peristiwa psikis yang paling luhur dan mulia. Menurut  pandangan  filsafat  ketuhanan  (theologi)  menusia  disebut “homo divinans” yaitu manusia senantiasa memilki kepercayaan terhadap Tuhan dan hal-hal yang bersifat ghaib.       

2.2.4    Gejala Jiwa Campuran
          Gejala campuran meliputi Perhatian, Sugesti, dan kelelahan.
1.Perhatian 
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang diarahkan kepada sesuatu obyek baik di dalam maupun diluar dirinya. 
Faktor yang mempengaruhi perhatian : 
˗ Pembawaan
˗ Latihan dan kebiasaan 
˗ Kebutuhan 
˗ Kewajiban 
˗ Keadaan jasmani 
˗ Suasana jiwa 
˗ Suasana di sekitar 
˗ Kuat atau tidaknya perangsang dari obyek itu sendiri

2.   Sugesti
Sugesti adalah pengaruh atas jiwa atau perbuatan seseorang, sehingga pikiran, perasaan dan pikirannya terpengaruh, dan dengan begitu orang mengakui apa yang di kehendaki dari padanya. 
Cara untuk menyugesti : 
- Dengan membujuk
- Dengan memuji
- Dengan menakut – nakuti 
- Dengan menunjukan kekurangan atau kelebihan

3.Kelelahan
Adalah  gejala berkurangnya manusia untuk melakukan sesuatu.
                   Sebab-sebab terjadinya kelelahan:
1)          Kelelahan disebabkan oleh pekerjaan jasmani. Misalnya, olahraga.
2)          Kelelahan disebabkan oleh pekerjaan jiwa. Misalnya, memikirkan masalah yang sulit/pelik.
                 Macam-macam kelelahan:
1)            Kelelahan jasmani
2)          Kelelahan Rohani
    Hubungan kelelahan jasmani dan rohani yaitu pekerjaan jasmani dapat menimbulkan kelelahan jasmani pun dapat menimbulkan kelelahan rohani.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar