BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Gejala Jiwa
Perilaku
manusia akan lebih mudah dipahami jika kita juga memahami proses mental yang
mendasari perilaku tersebut. Demikian juga kita akan lebih mudah memahami
perilaku siswa jika kita memahami proses mental yang mendasari perilaku siswa
tersebut Mengingat pentingnya pemahaman tentang proses mental tersebut, Proses
mental juga sering disebut dengan gejala jiwa.
Menurut John Amos Comenius, manusia
mempunyai tiga komponen jiwa yang menggerakkan aktivitas jiwa raga.Tiga
komponen jiwa tersebut meliputi : saraf pertumbuhan,perasaan,dan intelek.Karena
itu dikatakan,bahwa manusia mempunyai tiga sifat dasar yaitu :
Ø
Sifat Biologis
(Tumbuh-tumbuhan) : Sifat ini telah membuat manusia tumbuh secara alami dengan
prinsip-prinsip biologis dengan menggunakan lingkungnnya
Ø
Sifat Hewani: dengan adanya perasaan-perasaan
hakiki,manusia mengalami desakan-desakan internal untuk mencari keseimbangan
hidup.Melalui peralatan indranya,manusia menjadi sadar dan menuruti
keinginan-keinginan dan seleranya
Ø
Sifat intelektual : dengan
sifat ini, manusia mampu menemukan benar atau salahnya sesuatu, dapat
membedakan baik dan buruknya objek, serta dapat mengerahkan keinginan dan
emosinya. Sifat intelektual manusia inilah yang membedakan manusia dari makhluk
– makhluk lain. Dengan adanya sifat intelektual ini, manusia dilebihkan
derajatnya dari makhluk – makhluk lain.
2.1 Macam-Macam
Gejala-Gejala Jiwa dan Karakteristiknya
2.1.1 Gejala
Jiwa Kognisi (Pengenalan)
Istilah cognitive beasal dari kata cognition
yang mempunyai padanan kata atau sinonim knowing
yang mempunyai arti mengetahui. Dalam arti luas, cognition (kognisi) merupakan pemerolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan. Dala perkembangannya istilah kognisi berkembang menjadi suatu
ranah psikologis manusia yang meliputi setiap peilaku mental yang berhubungan dengan
pemahaman, pertimbangan, pengolahan
informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan.
Gejala kognisi meliputi:
1. Pengamatan
Pengamatan merupakan usaha manusia
untuk mengenal dunia nyata, baik mengenai dirinya sendiri maupun dunia sekitar
di mana dia berada, dengan cara melihatnya, mendengarnya, membaunya, merabanya
atau mengecapnya. Cara-cara mengenal objek tersebut disebut dengan mengamati,
sedangkan melihat, mendengar dan seterusnya itu merupakan modalitas
pengamatan. Dengan kata lain, modalitas pengamatan dibedakan berdasarkan
panca indera yang kita gunakan untuk mengamati. Dunia pengamatan biasanya
dilukiskan menurut aspek pengaturan tertentu, agar subjek dapat melakukan
orientasi secara baik. Aspek pengaturan tersebut adalah:
a. Pengaturan menurut sudut pandang ruang. Menurut
sudut pandang ini, dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian:
atas-bawah, kanan-kiri, jauh dekat, tinggi-rendah, dan sebagainya. Misalnya
Nela belajar, di mana?
b. Pengaturan menurut sudut pandang waktu. Menurut
sudut pandang ini, dunia pengamatan dilukiskan dalam pengertian-pengertian:
masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang serta berbagai variasi waktu.
Misalnya ada pengumuman akan ada ujian, kapan?
c. Pengaturan menurut sudut pandang Gestalt. Menurut
sudut pandang ini, dunia pengamatan atau objek yang kita amati memiliki arti
jika dipandang sebagai kesatuan yang utuh. Misalnya melihat sekolah, harus
dilihat sebagai sebuah bangunan yang utuh, bukan sekedar kumpulan dari
batubata, semen, genteng dan sebagainya.
d. Pegaturan menurut sudut pandang arti. Menurut
sudut pandang ini, objek yang kita amati dilukiskan berdasarkan artinya bagi
kita. Jika dilihat secara fisik, bangunansekolah dengan kantor kecamatan atau
rumah sakit mungkin relatif sama, tapi memiliki arti yang sangat berbeda
(Suryabrata, 1990, hal 19-20).
2. Tanggapan
Menurut Bigot (dalam Suryabrata, 1990, hal 36),
tanggapan didefinisikan sebagai bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah
kita melakukan pengamatan terhadap suatu objek. Karena itu tanggapan juga sering disebut
sebagai bayangan. Dalam proses pengamatan terjadilah gambaran dalam jiwa
seseorang. Ternyata gambaran sebagai hasil proses pengamatan tidak langsung
hilang setelah pengamatan selesai. Manusia mempunyai kemampuan-kemampuan lain
di samping kemampuan untuk mengadakan persepsi, yaitu kemampuan membayangkan atau
menanggap kembali hal-hal yang telah diamatinya itu.
Kemampuan tersebut juga menunjukkan bahwa gambaran
yang terjadi pada saat pengamatan tidak hilang begitu saja, tetapi dapat
disimpan dalam jiwa individu tersebut. Proses menanggap atau membayangkan kembali
merupakan representasi, yaitu membayangkan kembali atau menimbulkan
kembali gambaran yang ada pada saat pengamatan. Baik pada pengamatan maupun
dalam tanggapan keduanya dapat membentuk gambaran, tetapi pada umumnya gambaran
yang ada pada pengamatan lebih jelas dan lebih lengkap dibandingkan gambaran
pada tanggapan. Untuk memudahkan kita dalam memahami perbedaan antara
Pengamatan
|
Tanggapan
|
1. Cara tersedianya
objek disebut
presentasi
2. Objek yang
sesungguhnya ada
3. Objek ada bagi
setiap orang
4. Terikat pada
tempat, keadaan dan
Waktu
|
1. Cara tersedianya
objek disebut
representasi
2. Objek yang
sesungguhnya tidak ada.
3. Objek hanya ada
pada dan bagi subjek
yang menanggap
4. Terlepas dari
tempat, keadaan dan
waktu
|
Pengamatan maupun tanggapan merupakan bagian dari
proses perolehan pengertian dengan melalui urutan sebagai berikut:
1) Pengamatan
2) Bayangan pengiring
3) Bayangan eidetik
4) Tanggapan
5) Pengertian
Bayangan pengiring adalah
merupakan bayangan yang muncul setelah setelah kita melihat suatu warna
(Suryabrata, 1990). Bayangan pengiring pada umumnya hanya berjalan sebentar
saja, yang segera timbul mengiringi proses pengamatan setelah pengamatan itu
berakhir. Bayangan pengiring ada dua macam, yaitu:
(1)
Bayangan pengiring positif, yaitu bayangan pengiring yang sama dengan warna
objeknya
(2)
Bayangan pengiring negatif, yaitu bayangan pengiring yang tidak sama dengan
warna objeknya, melainkan seperti warna komplemen dari objek tersebut.
Bayangan eidetik adalah
bayangan yang terang dan jelas seperti menghadapi objeknya sendiri (Walgito,
1997). Apabila orang tidak dapat membedakan pengamatan dengan bayangan, maka
orang akan mengalami halusinasi. Pada bayangan eidetic sekalipun bayangan
tersebut sangat jelas seperti pada pengamatan, namun individu masih menyadari
bahwa hal tersebut hanyalah merupakan bayangan saja. Jadi individu sadar bahwa
stimulus pada waktu itu tidak ada, sekalipun bayangannya sangat jelas. Hal
tersebut tidak terdapat pada orang yang menderita halusinasi, karena dia tidak
menyadari bahwa itu hanya bayangan saja.
3. Fantasi
Fantasi
didefinisikan sebagai kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau
bayangan-bayangan baru dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang sudah ada,
dan tanggapan yang baru tersebut tidak harus sama atau sesuai dengan
benda-benda yang ada (Suryabrata, 1990; Walgito, 1997). Jenis-jenis fantasi adalah sebagai
berikut:
a. Fantasi
Mencipta
Fantasi
yang terjadi atas
inisiatif atau kehendak
sendiri, tanpa bantuan orang lain
atau jenis fantasi
yang mampu menciptakan
hal-hal baru. Fantasi macam ini biasanya lebih banyak dimilki oleh para
seniman, anak-anak, dan para ilmuwan.
b. Fantasi
Tuntunan atau Terpimpin
Fantasi yang terjadi dengan bantuan
pimpinan atau tuntunan orang lain.
Dalam hal ini
misalnya kalau kita
sedang membaca buku,
kita mengikuti pengarang buku itu dalam ceritanya.
Fungsi Pokok
Fantasi adalah sebagai berikut:
a) Fantasi
mengh-abstrahir (mengabstraksi)
Fantasi dengan menyaring atau memisahkan sifat-sifat
tertentu dari tanggapan yang sudah ada. Misalnya
anak yang belum
pernah melihat gurun pasir,
maka dalam berfantasi,
dibayangkan dengan seperti lapangan tanpa
pohon-pohon disekitarnya dan
tanahnya malulu pasir semua bukan rumput.
b) Fantasi
Mengkombinir
Fantasi dengan mengabungkan dua atau
lebih tanggapan-tanggapan yang
sudah ada, disusun
menjadi satu tanggapan
baru. Misalnya: Tanggapan badan
singa + kepala manusia = Spinx di kota Mesir
c) Fantasi
Mendeterninir
Fantasi dimana
tanggapan lama dilengkapi,
disempurnakan dan
mendapatkan ketentuan yang
lebih jelas dan
terbatas sehingga tercipta tanggapan baru
4.
Perhatian
Perhatian didefinisikan sebagai pemusatan atau
konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau
sekumpulan objek (Walgito, 1997). Jika individu sedang memperhatikan pelajaran
yang diterangkan guru, berarti seluruh aktifitas individu dicurahkan atau
dikonsentrasikan pada pelajaran tersebut. Dengan demikian, apa yang
diperhatikan oleh individu akan disadari dan betul-betul jelas bagi individu
tersebut. Perhatian dan kesadaran memiliki korelasi yang positif, sehingga
perhatian juga mengandung pengertian banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai
suatu aktifitas yang dilakukan (Suryabrata, 1990, hal 14).
Terdapat
bermacam-macam penggolongan perhatian, yaitu:
1) Atas dasar intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya
kesadaran yang menyertai suatu aktifitas, maka perhatian dibedakan menjadi:
a.
Perhatian intensif, yaitu perhatian yang menyertakan banyak aspek kesadaran
b.
Perhatian tidak intensif, yaitu perhatian yang tidak banyak menyertakan
aspek kesadaran
Dengan demikian semakin banyak kesadaran yang
menyertai suatu aktifitas, maka makin intensiflah perhatiannya.
2) Atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian:
a.
Perhatian terpusat, yaitu perhatian yang tertuju pada lingkup objek yang
terbatas
b.
Perhatian terpencar, yaitu perhatian yang tertuju pada lingkup objek yang luas atau
tertuju pada banyak objek sekaligus
3) Atas dasar cara timbulnya, perhatian dibedakan
menjadi:
a.
Perhatian spontan, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, atau timbul secara
spontan. Perhatian ini timbul tanpa sengaja atau tanpa usaha.
b.
Perhatian refleksif, atau tidak spontan, yaitu perhatian yang dimunculkan
dengan sengaja, karena itu harus ada
kemauan untuk menimbulkannya.
Secara
praktis, yang penting untuk diperhatikan adalah mengetahui hal-hal yang menarik
perhatian. hal-hal yang menarik perhatian dapat dipandang dari dua segi, yaitu:
1) Dari segi objek
Dipandang dari segi objek, hal-hal yang
menarik perhatian adalah hal-hal yang keluar dari konteksnya, atau lain dari
pada yang lain.
2) Dari segi subjek
Dari sudut pandang ini, hal yang menarik
perhatian adalah hal-hal yang berkaitan dengan subjek itu sendiri, misalnya
yang terkait dengan kebutuhan, kegemaran, pekerjaan, atau sejarah hidup subjek.
5.
Ingatan
Segala macam belajar melibatkan ingatan. Jika
individu tidak dapat mengingat apapun mengenai pengalamannya, dia tidak akan
dapat belajar apa-apa. Pada umumnya para ahli memandang ingatan sebagai
hubungan pengalaman dengan masa lampau (Walgito, 1997). Dengan adanya kemampuan
untuk mengingat, manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali apa yang
telah pernah dialaminya. Walaupun begitu, tidak semua yang pernah dialami oleh
manusia akan dapat ditimbulkan kembali. Dengan kata lain, kadang-kadang
terdapat hal-hal yang tidak dapat diingat kembali.
Para ahli membedakan tiga tahapan dalam ingatan,
yaitu memasukkan pesan dalam ingatan (encoding), penyimpanan (storage),
dan mengingat kembali (retrieval) (Atkinson, dkk,1997). Karena itu, maka
biasanya ingatan didefinisikan sebagai kemampuan untuk memasukkan, menyimpan
dan mengingat kembali pesan-pesan Fungsi memasukkan dapat dapat dibedakan dalam
dua cara, yaitu:
1) Memasukkan dengan cara tidak disengaja. Dengan
cara ini apa yang dialami, dengan tidak disengaja dimasukkan dalam ingatan.
2) Memasukkan dengan cara sengaja. Dengan cara ini
individu sengaja memasukkan pengalaman-pengalaman, pengetahuan-pengetahuan ke
dalam ingatannya.
Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan oleh
para ahli, ternyata terdapat perbedaan kemampuan individu untuk memasukkan
pesan-pesan ke dalam ingatan. Ada orang yang dengan cepat, namun ada juga yang
lambat dalam memasukkan pesan. Demikian juga halnya dengan materi yang
dimasukkan, ada yang mampu untuk memasukkan banyak pesan, namun ada juga yang
hanya mampu memasukkan sedikit pesan.
Dalam tahapan penyimpanan, individu mempertahankan
dan menyimpan pesan dalam ingatan selama beberapa waktu sampai saatnya
ditimbulkan kembali. Karena itu masalah yang timbul dalam hal ini adalah
bagaimana agar pesan yang telah dimasukkan tersebut dapat disimpan dengan baik,
sehingga pada suatu waktu dapat ditimbulkan kembali dengan mudah bila
dibutuhkan.
Tahapan yang ketiga, yaitu mengingat kembali
merupakan kemampuan untuk menimbulkan kembali hal-hal yang disimpan dalam
ingatan. Kemampuan untuk menimbulkan kembali ini dibedakan menjadi dua, yaitu
mengingat kembali (to recall) dan mengenal kembali (to recognize).
Pada mengingat kembali, individu menimbulkan kembali apa yang diingat tanpa
adanya stimulus, sedangkan pada mengenal kembali orang menimbulkan kembali apa
yang diingat dengan kehadiran objeknya.
Dalam membahas ingatan, maka orang tidak bisa
meniadakan kelupaan. Karena apa yang diingat merupakan apa yang tidak
dilupakan, dan apa yang dilupakan adalah apa yang tidak diingat. Sehubungan
dengan kelupaan tersebut, terdapat dua teori yang dapat menjelaskan terjadinya
kelupaan:
1) Teori atropi
Menurut teori ini kelupaan terjadi karena
jejak-jejak ingatan atau memory traces telah lama tidak ditimbulkan
kembali, sehingga mengendap dan pada akhirnya orang lupa.
2) Teori interferensi
Menurut teori ini kelupaan terjadi karena
jejak-jejak ingatan atau memory traces saling bercampur aduk, mengganggu
satu sama lain.
6. Berpikir
Keberhasilan
terbesar dari spesies manusia adalah kemampuannya untuk mempunyai pemikiran
yang kompleks. Berpikir meliputi sejumlah besar kegiatan mental. Individu
berpikir ketika sedang merencanakan liburan, menulis surat, memutuskan bahan
makanan yang dibutuhkan, atau ketika sedang cemas memikirkan teman yang sakit.
Berpikir membutuhkan kemampuan untuk membayangkan atau menggambarkan benda dan
peristiwa yang secara fisik tidak ada. Berpikir dapat didefinisikan sebagai
suatu proses yang menghasilkan representasi mental yang baru melalui
transformasi informasi yang melibatkan interaksi secara kompleks, antara
proses-proses mental seperti penilaian, abstraksi, penalaran, imajinasi dan
pemecahan masalah (Solso, 1988). Misalnya pada waktu seseorang membaca buku,
informasi diterima melalui berbagai tahapan mulai dari proses sensori sampai dengan
memori. Informasi ini kemudian ditransformasikan sehingga menghasilkan apa yang
disebut intisari sebagai informasi baru yang berarti pula sebagai pengetahuan
baru bagi seseorang.
Proses berpikir secara normal menurut Mayer (dalam
Solso, 1988) meliputi tiga
komponen
pokok sebagai berikut:
1) Berpikir adalah aktifitas kognitif yang terjadi
di dalam mental atau pikiran seseorang,
tidak
tampak, tetapi dapat disimpulkan berdasarkan perilaku yang nampak. Misalnya pemain
catur meperlihatkan proses berpikirnya melalui gerakan-gerakan atau langkah-langkah
yang dilakukan.
2) Berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan
beberapa manipulasi pengetahuan di dalam sistem kognitif. Pengetahuan yang
pernah dimiliki (tersimpan dalam ingatan) digabungkan dengan informasi sekarang
sehingga mengubah pengetahuan seseorang mengenai situasi yang sedang dihadapi.
3) Berpikir diarahkan dan menghasilkan perbuatan
pemecahan masalah atau diarahkan menuju pada pemecahan masalah. Seperti seorang
pemain catur, setiap langkah yang dilakukan diarahkan untuk memenangkan
permainan, meski tidak semua langka yang dilakukan berhasil, namun secara umum
dalam pikirannya semua langkah diarahkan pada suatu pemecahan.
Terdapat dua pandangan yang berbeda dalam kaitan
antara proses berpikir dan pemecahan masalah. Pertama, sebagian orang
menganggap bahwa berpikir merupakan aktifitas mental yang rutin dalam diri
seseorang seperti halnya bernafas, dan peredaran darah. Jadi, berpikir dianggap
merupakan aktifitas syaraf otak yang tidak harus berhubungan dengan masalah
(Bugalski, 1983). Berpikir tidak hanya terjadi pada saat orang menghadapi
persoalan. Misalnya, orang bisa makan sambil berpikir. Ini dapat terjadi baik
disadari maupun tidak disadari. Kedua, sebagian berpendapat bahwa berpikir
itu selalu berhubungan dengan suatu persoalan yang akan dicari jalan keluarnya.
Kecenderungan
terakhir ini adalah pandangan kedua, sebab berpikir itu muncul karena ada
sesuatu yang dipikirkan—keinginan terhadap kondisi tertentu, ketidak puasan, semuanya
terjadi dalam kehidupan. Kemungkinan
letak perbedaannya adalah pada pengertian masalah. Jika masalah dianggap
sebagai sesuatu yang datang dari lingkungan yang tidak terelakkan dan perlu
dicari pemecahan, maka pandangan pertama bisa dibenarkan karena pada saat itu
orang akan berpikir. Sebaliknya, jika masalah dipahami sebagai fenomena yang
bisa muncul dari dalam diri seseorang yang berarti memeprmasalahkan sesuatu
kemudian berusaha mencari jalan keluar, maka pandangan kedua bisa dibenarkan
karena pada saat ini orang melakukan aktifitas berpikir juga.
7. Inteligensi
Inteligensi merupakan masalah yang banyak dibahas
orang sejak lama. Walaupun ada pergeseran pandangan dalam masalah ini, tetapi
pada umumnya orang berbendapat bahwa inteligensi merupakan salah satu faktor
yang menentukan keberhasilan belajar seseorang. Inteligensi juga sering disebut
dengan kecerdasan. Istilah inteligensi berasal dari kata latin “intelligere”
yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Definisi inteligensi
sendiri cukup beragam. Salah satu definisi dinyatakan oleh Stern yang
menyebutkan bahwa inteligensi adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru
dengan menggunakan alat-alat berpikir menurut tujuannya (Walgito, 1997).
Sementara itu GD Stoddard (dalam Crow & Crow,
1984) menyatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan yang mengendalikan
aktifitas-aktifitas dengan ciri-ciri sukar, kompleks, abstrak, tepat,
bertujuan, bernilai sosial dan menampakkan adanya keaslian, serta kemampuan
untuk mempertahankan kegiatan-kegiatan seperti itu dalam kondisi yang
memerlukan energi dan berlawanan dengan kekuatan-kekuatan emosional. Sedangkan
Terman (dalam Walgito, 1997) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan
berpikir abstrak. Dalam teori-teori tentang inteligensi, banyak para ahli yang
menyatakan adanya faktor-faktor tertentu dalam inteligensi. Namun mengenai faktor-faktor apa yang
terdapat dalam inteligensi, sampai saat ini belum ada kesepakatan di antara
para ahli itu sendiri.
Menurut Spearman, inteligensi mengandung 2 faktor:
1) General ability (faktor G)
Merupakan faktor yang mendasari semua tingkah laku
orang. Jadi dalam setiap
tingkah
laku terdapat faktor g yang sama.
2) Special ability (faktor S)
Merupakan faktor yang berfungsi pada tingkah laku
khusus. Jadi dalam tingkah laku
yang
berbeda akan terdapat faktor s yang berbeda, namun faktor g-nya sama. Teori
faktor yang lain dikemukakan oleh Sternberg, yang mengembangkan triarchic
theory of intelligence
(Elliott, dkk, 1999).
Menurut Sternberg terdapat 3 elemen dalam
inteligensi:
1)
Componential. Merupakan kemampuan untuk berpikir abstrak, memproses informasi,
serta menentukan apa yang perlu dilakukan
2)
Experiental. Merupakan kemampuan belajar dari pengalaman, sehingga dapat
digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas familiar secara efisien.
3)
Contextual. Merupakan kemampuan individu untuk beradaptasi dengan
lingkungan dalam memecahkan masalah pada situasi khusus. Sering disebut sebagai
inteligensi praktis.
Sementara itu Howard Gardner memunculkan teori multiple
intelligences (Elliott,1999. Gardner menyatakan bahwa kemampuan kognitif
manusia digambarkan sebagai sekumpulan kemampuan, bakat atau keterampilan
mental yang disebut sebagai intelligensi. Setiap manusia memiliki tiap
kemampuan tersebut, hanya berbeda tingkat serta kombinasinya. Menurut Gardner
terdapat 7 macam kecerdasan, yaitu kecerdasan linguistik, kecerdasan musikal,
kecerdasan logika-matematika, kecerdasan pandang ruang, kecerdasan gerakan
badan, kecerdasan interpersonal serta kecerdasan intrapersonal.
Walaupun ada perbedaan konsepsi mengenai
inteligensi, namun pada umumnya para ahli sepakat bahwa masing-masing individu
memiliki inteligensi yang berbeda beda. Karena itu antara individu yang satu
dengan yang lain juga tidak sama kemampuannya dalam memecahkan persoalan yang
dihadapi. Untuk mengetahui perbedaan inteligensi tersebut diperlukan sebuah tes
inteligensi. Orang yang pertama kali menciptakan tes inteligensi adalah Binet,
yaitu pada tahun 1905, yang kemudian mendapatkan revisi baik dari Binet sendiri
maupun dari ahli lain. Walaupun tes inteligensi sangat berguna, khususnya dalam
bidang pendidikan, namun hendaknya penggunaan tes inteligensi beserta hasilnya
dilakukan dengan hati-hati. Karena tes inteligensi bukan hal yang serba
menentukan, maka sebaiknya jangan dipakai sebagai satu-satunya pedoman,
melainkan dipergunakan dalam kombinasi dengan instrument pendidikan yang lain.
Adapun
klasifikasi hasil tes inteligensi (IQ) berdasarkan Wechsler Intelligence for
Children
(WISC)
dan Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS) adalah:
Very superior 130 +
Superior 120 – 129
Bright normal 110 – 119
Average 90 – 109
Dull normal 80 – 89
Borderline 70 – 79
Mental defective 69 ke bawah
Klasifikasi
mental defective
Tipe Range IQ Range MA Range SA Ket
Moron
50 – 69 8 – 12 th 10 – 18 th educable
retarded (SD)
Imbecile
20 – 49 3 – 7 th
4 – 9 th trainable retarded
Idiot
- 19 - 3 th -
4 th institutional
retarded
2.2.2 Gejala Jiwa Konasi (Kemauan)
Kemauan merupakan salah satu fungsi
hidup kejiwaan manusia, dapat diartikan sebagai aktifitas psikis yang
mengandung usaha aktif dan berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan. Tujuan
adalah titik akhir dari gerakan yang menuju pada sesuatu arah. Adapun tujuan
kemampuan adalah pelaksanaan suatu tujuan-tujuan yang harus diartikan dalam
suatu hubungan. Misalnya, seseorang yang memiliki suatu benda, maka tujuannya
bukan pada bendanya, akan tetapi pada mempunyai benda itu”, yaitu berada dalam
relasi (hubungan), milik atas benda itu. Seseorang yang mempunyai tujuan untuk
menjadi sarjana, dengan dasar kemauan, ia belajar dengan tekun, walaupun
mungkin juga sambil bekerja. Dalam istilah sehari-hari, kemauan dapat disamakan
dengan kehendak dan hasrat. Kehendak ialah suatu fungsi jiwa untuk dapat
mencapai sesuatu yang merupakan kekuatan dari dalam dan tampak dari luar
sebagai gerak-gerik.
Gejala Konasi terbagi atas:
a. Dorongan
b. Keinginan
c. Hasrat
d. Kecenderungan
e. Hawa nafsu
f. Kemauan
Pribadi
memberikan corak dan
menentukan, sesudah memilih
dan mengambil keputusan. Perbuatan
memilih dan mengambil
keputusan ini disebut dengan
keputusan kata hati.
2.2.3 Gejala Jiwa Emosi (Perasaan)
Perasaan termasuk
gejala jiwa yang
dimiliki oleh semua
orang dan tingkatannya tidak
sama. Perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian, perasaan
sering juga berhubungan dengan gejala mengenal .
Jenis-jenis Emosi (perasaan) adalah sebagai berikut:
1. Perasaan-perasaan jasmaniyah:
jenis perasaan ini
sering pula disebut perasaan tingkat rendah yang terbagi
sebagai berikut:
a) Perasaan sensoris:
yaitu perasaan yang
berhubungan dengan stimulus terhadap indra, misalnya:
dingin, hangat, pahit, asam dan sebagainya.
b) Perasaan vital:
yaitu perasaan yang
berhubungan dengan kondisi jasmani pada umumnya,
misalnya lelah, lesu,
lemah, segar, sehat dan sebagainya.
2.
Perasaan-perasaan rohaniah:
sering pula disebut
sebagai perasaan luhur (tingkat tinggi), yang terdiri dari:
a) Perasaan intelektual:
yaitu perasaan yang
berhubungan dengan kesanggupan
intelektual dalam mengatasi suatu masalah, misalnya: senang atau
puas ketika berhasil
(perasaan intelektual positif), kecewa atau jengkel ketika gagal
(perasaan intelektual negatif).
b) Perasaan kesusilaan
(etis): yaitu perasaan
yang berhubungan dengan baik-buruk
atau norma, misalnya:
puas ketika mampu melakukan hal
yang baik, atau
menyesal ketika melakukan
hal yang tidak baik.
c) Perasaan estetis
(keindahan); yaitu perasaan yang
berhubungan dengan
penghayatan dan apresiasi
tentang sesuatu yang
indah tau tidak indah. Perasaan
ini timbul jika seseorang mengamati sesuatu yang indah
atau yang jelek.
Yang indah menimbulkan
perasaan positif, yang jelek menimbulkan perasaan yang negatif.
d) Perasaan sosial
(kemasyarakatan): yaitu perasaan
yang cenderung untuk mengikatkan
diri dengan orang-orang
lain, misalnya: perasaan cinta
sesama manusia, rasa ingin bergaul, ingin menolong, rasa simpati atau setia
kawan dan sebagainya.
e) Perasaan harga diri:
yaitu perasaan yang
berhubungan dengan
penghargaan diri seseorang,
misalnya: rasa senang,
puas, dan bangga akibat
adanya pengakuan dan penghargaan
dari orang lain atau sebaliknya.
f) Perasaan ketuhanan
(religius): yaitu perasaan
yang berkaitan dengan kekuasaan
dan eksistensi dari
Tuhan. Manusia merupakan satu-satunya yang dianugrahkan
perasaan ini oleh Tuhan. Perasaan ini digolongkan pada peristiwa psikis yang
paling luhur dan mulia. Menurut
pandangan filsafat ketuhanan
(theologi) menusia disebut “homo divinans” yaitu manusia
senantiasa memilki kepercayaan terhadap Tuhan dan hal-hal yang bersifat ghaib.
2.2.4 Gejala Jiwa Campuran
Gejala campuran meliputi
Perhatian, Sugesti, dan kelelahan.
1.Perhatian
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang
diarahkan kepada sesuatu obyek baik di dalam maupun diluar dirinya.
Faktor yang mempengaruhi perhatian :
˗ Pembawaan
˗ Latihan dan kebiasaan
˗ Kebutuhan
˗ Kewajiban
˗ Keadaan jasmani
˗ Suasana jiwa
˗ Suasana di sekitar
˗ Kuat atau tidaknya perangsang dari
obyek itu sendiri
2. Sugesti
Sugesti adalah pengaruh atas jiwa atau perbuatan seseorang,
sehingga pikiran, perasaan dan pikirannya terpengaruh, dan dengan begitu orang
mengakui apa yang di kehendaki dari padanya.
Cara untuk menyugesti :
- Dengan
membujuk
- Dengan
memuji
- Dengan
menakut – nakuti
- Dengan
menunjukan kekurangan atau kelebihan
3.Kelelahan
Adalah gejala berkurangnya manusia untuk melakukan
sesuatu.
Sebab-sebab
terjadinya kelelahan:
1)
Kelelahan disebabkan oleh pekerjaan
jasmani. Misalnya, olahraga.
2)
Kelelahan disebabkan oleh pekerjaan
jiwa. Misalnya, memikirkan masalah yang sulit/pelik.
Macam-macam
kelelahan:
1)
Kelelahan
jasmani
2)
Kelelahan
Rohani
Hubungan
kelelahan jasmani dan rohani yaitu pekerjaan jasmani dapat menimbulkan kelelahan
jasmani pun dapat menimbulkan kelelahan rohani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar