Jumat, 21 Oktober 2016

RANAH OBJEKTIF HASIL BELAJAR



MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR
“RANAH OBYEK EVALUASI HASIL BELAJAR”
                                                            Dosen Pengampu:         
Dr. Dra. Asni Johari, M. Si


Disusun Oleh
Kelompok 8 :
Amitha Intan Pangestuti          (A1C414014)
Mona Septiani                           (A1C414026)
Nuriyana Eka Arsanti              (A1C414001)
Sundari Mirwana                      (A1C414040)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan  Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ranah Obyek Evaluasi Hasil Belajar”.
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan juga tidak terlepas dari bantuan Ibu Dr. Dra. Asni Johari, M. Si sebagai dosen pengampu serta berbagai pihak lainnya yang turut menjadi sumber dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam proses penulisan makalah ini belum bisa dikatakan sempurna, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul, yang berguna dalam penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jambi, Februari 2016






            









Pendidikan merupakan sebuah program, program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai sebuah program, pendidikan merupakan aktivitas sadar dan sengaja yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa evaluasi merupakan proses yang terdiri dari pengukuran dan penilaian. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah penyelenggaraan program dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam menyerap materi yang telah dipelajari dan untuk mengetahui tingkat kemampuan pendidik dalam menyampaikan materi pembelajaran.

Penilaian sendiri berarti pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria tertentu. Pengambilan keputusan belum dapat dilakukan hanya atas dasar hasil pengukuran. Hasil pengukuran baru mempunyai makna dan dapat digunakan untuk mengambil keputusan setelah dibandingkan dengan kriteria tertentu. Dimana ada objek, pasti akan ada objek. Begitu pula dalam evaluasi, di samping adanya subjek evaluasi, pasti terdapat sasaran atau objek yang menjadi titik pusat pengamatan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang objek atau sasaran evaluasi beserta klasifikasinya.

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan ranah objektif hasil belajar?
2.      Apa saja klasifikasi ranah objektif hasil belajar?



Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui apa itu ranah objek hasil belajar
2.      Untuk mengetahui klasifikasi dari ranah obek hasil belajar







Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat di- isi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori belajar, yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) startegi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan hasil belajar banyak menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektu- al yang terdiri dari enam aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Aspek pertama, kedua dan ketiga termasuk kognitif tingkat rendah, sedangkan aspek keempat, kelima dan keenam termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni: (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketetapan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai bahan pengajaran. 
a. Tipe Hasil Belajar Pengetahuan
Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota dll. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya. Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo, jembatan keledai, mengurutkan kejadian, membuat singkatan yang bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafal- an menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang ilmu, baik matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun bahasa. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan membuat kalimat. 
b.  Tipe Hasil Belajar Pemahaman
Tipe hasil balajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan susunan kelimat dengan bahasa sendiri, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori.
Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, pemahaman mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih, menerapkan prinsip-prinsip listrik dalam memasang saklar dll yang sejenis.
Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, menghubungkan pengetahuan tentang konjungsi kata kerja, subjek, dan possesive sehingga tahu menyusun kalimat.
Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi dari suatu kejadian, dapat memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. Meskipun pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan di atas, perlu disadari bahwa menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah mudah. Penyusun tes dapat membedakan soal yang susunannya termasuk subkategori tersebut, tetapi tidak perlu berlarut-larut mempersalahkan ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan mudah dapat dibedakan antara pemahaman terjemahan, pemanfsiran, dan ekstrapolasi, bedakanlah untuk kepentingan penyususunan soal tes hasil belajar. 
c.  Tipe Hasil Belajar Aplikasi
Aplikasi adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, rumus, hukum, prinsip, generalisasi dan pedoman atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke da- lam situasi baru disebut aplikasi. Aplikasi yang berulangkali dilakukan pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila terjadi proses pemecahan masalah. Situasi bersifat lokal dan mungkin pula subjektif sehingga tidak mustahil bahwa sesuatu itu baru bagi banyak orang, tetapi sesuatu yang sudah dikenal bagi beberapa orang tertentu. Mengetengahkan problem baru hendaknya lebih didasarkan atas realitas yang ada di masyarakat atau realitas yang ada di dalam kehidupan siswa sehari-hari. 
d. Tipe Hasil Belajar Analisis
Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan susunannya. Analisis merupakan suatu kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe hasil belajar sebelumnya. Dengan kemampuan analisis diharapkan siswa mempunyai pemahaman yang komprehensif tentang sesuatu dan dapat memilah atau memecahnya menjadi bagian-bagian yang terpadu baik dalam hal prosesnya, cara bekerjanya, maupun dalam hal sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dikuasai siswa maka siswa akan dapat mengaplikasikan- nya pada situasi baru secara kreatif. 
e. Tipe Hasil Belajar Sintesis
Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, berpikir aplikasi, dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah daipada berpikir devergen. Dalam ver- pikir konvergen, pemecahan masalah atau jawabannya akan mudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen pemecahan masalah atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan unit-unit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya kedalam satu kelompok besar.
Kalau analisis memecah integritas menjadi bagian-bagian, sebaliknya sintesis adalah menyatukan unsur-unsur menjadi suatu integritas yang mempunyai arti. Berpikir sintesis merupakan sarana untuk dapat mengembangkan berpikir kreatif. Seseorang yan kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreatifitas juga beroperasi dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis, siswa dimungkinkan untuk menemukan hubungan kausal, urutan tertentu, astraksi dari suatu fenomena dll.  
f. Tipe Hasil Belajar Evaluasi
Evaluasi adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mung- kin dilihat dari tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dll. Oleh karena itu maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau stándar tertentu. Dalam tes esai, stándar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase ”menurut pendapat saudara” atau “menurut teori tertentu”. Frase yang pertama sukar diuji mutunya, setidak-tidaknya sukar diperbandingkan sebab variasi kriterianya sangat luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam evaluasi, maka soal-soal yang dibuat harus menyebutkan kriterianya secara eksplisit. Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kemampuan evaluasi memerlukan kemampuan dalam pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. Artinya tipe hasil belajar evaluasi mensaratkan dikua- sainya tipe hasil belajar sebelumnya.

Ranah afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Sebagian ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila seseorang memiliki penguasaan kognitif yang tinggi. Dalam kasus ujian nasional, setiap kali diselenggarakan oleh pemerintah sangat menonjol bahwa yang menjadi prioritas penilaian hanya mengukur ranah kognitif dan hampir melupakan ranah afektif. Ranah ini terkadang kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Memang para ahli mengakui bahwa alat-alat untuk mengukur segi afektif sangat sukar dikembangkan. Hal tersebut disebabkan karena sulitnya membuat perta- nyaan yang berkaitan dengan afektif siswa terhadap mata pelajaran.
Salah satu contoh soal kalau membuat pertanyaan ranah kognit adalah seperti, “apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik”, maka kalau soal dari segi ranah afektifnya pertanyaannya adalah seperti “apa yang mau dilakukan oleh peseta didik.” Sebagai akibat dari sulitnya membuat pertanyaan yang bersifat afektif, maka para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, dan teman-teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Daryanto mengemukakan ranah afektif meliputi lima kemampuan yaitu:
1. Menerima (receiving). Dalam kondisi ini, peserta didik memiliki kesediaan atau ke- mauan untuk ikut dalam fenomena atau stimulus khusus (kegiatan dalam kelas, musik, baca buku dan lain sebagainya). Sikap ini memperlihatkan adanya minat peserta didik untuk melakukan sesuatu. 
2. Menjawab (responding). Kondisi ini berkaitan dengan partisipasi peserta didik. Pada tingkat ini, peserta didik tidak hanya menghadiri suatu fenomena tertentu, tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam jen- jang ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab (misalnya secara sukarela membaca buku tanpa ditugaskan) atau kepuasan dalam menjawab (misalnya untuk kenikmatan atau kegembiraan.)
3. Menilai (valuing). Jenjang ini bertalian denga nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu. Jenjang ini mulai dari hanya sekedar penerimaan nilai (ingin memperbaiki keterampilan kelompok) sampai ke tingkat komitmen yang lebih tinggi (menerima tanggung jawab untuk fungsi kelompok yang lebih efektif).
4. Organisasi (organization). Tingkat ini berhubungan dengan menyatukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan konflik di antara nilai-nilai itu dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara internal.
5. Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (characterization by a value or value compelx). Pada jenjang ini, individu memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar meliputi sangat banyak kegiatan, tetapi penekanan lebih besar diletakkan pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik peserta didik.
Kesempurnaan ranah psikomotoris dapat diukur dari sejauhmana rana kognitf dan afektif memberi pengaruh yang signifikan. Kecakapan psikomotis seseorang adalah segala keterampilan aktifitas jasmaniah yang kongkrit dan mudah diamati, baik kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya sangat terbuka untuk diamati. Kecakapan psikomotoris peserta didik merupakan manifestasi wawasan pengetahuan yang dimiliki dengan tingkat kesadaran, sikap mental, dan keterampilannya. Dalam pendidikan Islam, penilaian terhadap aspek psikomotorisnya terutama ditekankan pada unsur pokok prilaku beribadah seseorag, misalnya salat, puasa, naik haji, membaca Alquran, dan semisalnya.
Evaluasi dalam aspek psikomotoris dapat dibagi atas lima taraf, yaitu: (a) persepsi, yaitu mencakup kemampuan menafsirkan rangsangan, (b) kesiapan yakni mencakup tiga aspek yaitu: intelektual, fisis, dan emosional, (c) gerakan terbimbing, yakni kemampuan yang merupakan bagian dari keterampilan yang lebih kompleks, (d) gerakan terbiasa yakni terampil melakukan suatu perbuatan, dan (e) gerakan kompleks, yakni melakukan perbuatan motoris yang kompleks dengan lancar, luwes, gesit, atau lincah.
Versi lain membagi hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keteram- pilan (skill) dan kemampuan bertindak individu ke dalam enam tingkatan keterampilan yaitu:
1. Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar);
2. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;
3. Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual auditif, motoris, dan lain-lain;
4. Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan;
5. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks;
6. Kemampuan yang berkenan dengan komunikasi.
Hasil belajar yang dikemuakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu memiliki keterkaitan anatara satu dengan yang lainnya. 





Adapun beberapa hal yang dapat disimpulkan dari makalah ini adalah :
1.      Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
2.      Ranah objek hasil belajar diklasifikasikan menjadi 3, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
3.      Ranah kognitif berkaitan dengan pengetahuan, sedangkan ranah afektif berkenaan dengan sikap dan ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan.




Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nana Sudjana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar