MAKALAH
EVALUASI PROSES DAN HASIL BELAJAR
“RANAH OBYEK EVALUASI
HASIL BELAJAR”
Dosen
Pengampu:
Dr. Dra. Asni Johari,
M. Si
Disusun Oleh
Kelompok 8 :
Amitha Intan
Pangestuti (A1C414014)
Mona Septiani (A1C414026)
Nuriyana Eka
Arsanti (A1C414001)
Sundari Mirwana (A1C414040)
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN
ILMU PENDIIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2016
Dengan
memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Ranah Obyek Evaluasi Hasil Belajar”.
Penulis menyadari bahwa
didalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan dan tuntunan Tuhan Yang
Maha Esa dan juga tidak terlepas dari bantuan Ibu Dr. Dra. Asni Johari, M. Si
sebagai dosen pengampu serta berbagai pihak lainnya yang turut menjadi sumber
dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Dalam
proses penulisan makalah ini belum bisa dikatakan sempurna, baik materi maupun
cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat selesai
dengan baik. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan
terbuka menerima masukan, saran, dan usul, yang berguna dalam penyempurnaan
makalah ini.
Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Jambi,
Februari 2016
Pendidikan merupakan
sebuah program, program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam
sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai sebuah program,
pendidikan merupakan aktivitas sadar dan sengaja yang diarahkan untuk mencapai
suatu tujuan.
Sebagaimana telah kita
ketahui bahwa evaluasi merupakan proses yang terdiri dari pengukuran dan
penilaian. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah penyelenggaraan program
dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien. Evaluasi bertujuan untuk
mengetahui tingkat kemampuan peserta didik dalam menyerap materi yang telah
dipelajari dan untuk mengetahui tingkat kemampuan pendidik dalam menyampaikan
materi pembelajaran.
Penilaian sendiri
berarti pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria
tertentu. Pengambilan keputusan belum dapat dilakukan hanya atas dasar hasil
pengukuran. Hasil pengukuran baru mempunyai makna dan dapat digunakan untuk
mengambil keputusan setelah dibandingkan dengan kriteria tertentu. Dimana ada
objek, pasti akan ada objek. Begitu pula dalam evaluasi, di samping adanya subjek
evaluasi, pasti terdapat sasaran atau objek yang menjadi titik pusat
pengamatan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang objek atau
sasaran evaluasi beserta klasifikasinya.
Adapun
rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Apa
yang dimaksud dengan ranah objektif hasil belajar?
2. Apa
saja klasifikasi ranah objektif hasil belajar?
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk
mengetahui apa itu ranah objek hasil belajar
2. Untuk
mengetahui klasifikasi dari ranah obek hasil belajar
Horward
Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (a) keterampilan dan
kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita.
Masing-masing jenis hasil belajar dapat di- isi dengan bahan yang telah
ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne membagi lima kategori belajar,
yakni: (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) startegi
kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris.
Dalam
sistem pendidikan nasional rumusan hasil belajar banyak menggunakan klasifikasi
hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi
tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris. Ranah
kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektu- al yang terdiri dari enam
aspek yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis,
dan evaluasi. Aspek pertama, kedua dan ketiga termasuk kognitif tingkat rendah,
sedangkan aspek keempat, kelima dan keenam termasuk kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni: (a) gerakan refleks, (b)
keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau
ketetapan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan
interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di
antara ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai para guru
di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai bahan
pengajaran.
a. Tipe Hasil
Belajar Pengetahuan
Istilah
pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi
Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah
tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau
untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam
undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota dll. Dilihat dari segi proses
belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat
dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep
lainnya. Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya dalam ingatan
seperti teknik memo, jembatan keledai, mengurutkan kejadian, membuat singkatan
yang bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah
yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe
hasil belajar berikutnya. Hafal- an menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini
berlaku bagi semua bidang ilmu, baik matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial,
maupun bahasa. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana
menggunakan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan membuat
kalimat.
b. Tipe Hasil Belajar Pemahaman
Tipe
hasil balajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman.
Misalnya menjelaskan susunan kelimat dengan bahasa sendiri, memberi contoh lain
dari yang telah dicontohkan, menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain.
Dalam taksonomi Bloom, kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi dari pada
pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan
sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.
Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori.
Tingkat
terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti yang
sebenarnya, misalnya dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia, pemahaman
mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih, menerapkan
prinsip-prinsip listrik dalam memasang saklar dll yang sejenis.
Tingkat
kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu
dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari
grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, menghubungkan
pengetahuan tentang konjungsi kata kerja, subjek, dan possesive sehingga tahu
menyusun kalimat.
Pemahaman
tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman ekstrapolasi. Dengan
ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuensi dari suatu kejadian, dapat memperluas
presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya. Meskipun
pemahaman dapat dipilahkan menjadi tiga tingkatan di atas, perlu disadari bahwa
menarik garis yang tegas antara ketiganya tidaklah mudah. Penyusun tes dapat
membedakan soal yang susunannya termasuk subkategori tersebut, tetapi tidak
perlu berlarut-larut mempersalahkan ketiga perbedaan itu. Sejauh dengan mudah
dapat dibedakan antara pemahaman terjemahan, pemanfsiran, dan ekstrapolasi,
bedakanlah untuk kepentingan penyususunan soal tes hasil belajar.
c. Tipe Hasil Belajar Aplikasi
Aplikasi
adalah penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus.
Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, rumus, hukum, prinsip,
generalisasi dan pedoman atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi ke da- lam
situasi baru disebut aplikasi. Aplikasi yang berulangkali dilakukan pada
situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Suatu
situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila terjadi proses pemecahan
masalah. Situasi bersifat lokal dan mungkin pula subjektif sehingga tidak
mustahil bahwa sesuatu itu baru bagi banyak orang, tetapi sesuatu yang sudah
dikenal bagi beberapa orang tertentu. Mengetengahkan problem baru hendaknya
lebih didasarkan atas realitas yang ada di masyarakat atau realitas yang ada di
dalam kehidupan siswa sehari-hari.
d. Tipe Hasil
Belajar Analisis
Analisis
adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian
sehingga jelas hierarkinya dan susunannya. Analisis merupakan suatu kecakapan
yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe hasil belajar
sebelumnya. Dengan kemampuan analisis diharapkan siswa mempunyai pemahaman yang
komprehensif tentang sesuatu dan dapat memilah atau memecahnya menjadi
bagian-bagian yang terpadu baik dalam hal prosesnya, cara bekerjanya, maupun
dalam hal sistematikanya. Bila kecakapan analisis telah dikuasai siswa maka
siswa akan dapat mengaplikasikan- nya pada situasi baru secara kreatif.
e. Tipe Hasil
Belajar Sintesis
Penyatuan
unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh disebut sintesis.
Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berpikir pemahaman, berpikir aplikasi,
dan berpikir analisis dapat dipandang sebagai berpikir konvergen yang satu
tingkat lebih rendah daipada berpikir devergen. Dalam ver- pikir konvergen,
pemecahan masalah atau jawabannya akan mudah diketahui berdasarkan yang sudah
dikenalnya. Berpikir sintesis adalah berpikir divergen. Dalam berpikir divergen
pemecahan masalah atau jawabannya belum dapat dipastikan. Mensintesiskan
unit-unit tersebar tidak sama dengan mengumpulkannya kedalam satu kelompok besar.
Kalau
analisis memecah integritas menjadi bagian-bagian, sebaliknya sintesis adalah
menyatukan unsur-unsur menjadi suatu integritas yang mempunyai arti. Berpikir
sintesis merupakan sarana untuk dapat mengembangkan berpikir kreatif. Seseorang
yan kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreatifitas juga beroperasi
dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis, siswa dimungkinkan
untuk menemukan hubungan kausal, urutan tertentu, astraksi dari suatu fenomena
dll.
f. Tipe Hasil
Belajar Evaluasi
Evaluasi
adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang mung- kin dilihat dari
tujuan, gagasan, cara bekerja, pemecahan, metode, materi, dll. Oleh karena itu
maka dalam evaluasi perlu adanya suatu kriteria atau stándar tertentu. Dalam
tes esai, stándar atau kriteria tersebut muncul dalam bentuk frase ”menurut
pendapat saudara” atau “menurut teori tertentu”. Frase yang pertama sukar diuji
mutunya, setidak-tidaknya sukar diperbandingkan sebab variasi kriterianya
sangat luas. Frase yang kedua lebih jelas standarnya. Untuk mengetahui tingkat
kemampuan siswa dalam evaluasi, maka soal-soal yang dibuat harus menyebutkan
kriterianya secara eksplisit. Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Kemampuan evaluasi memerlukan kemampuan
dalam pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis. Artinya tipe hasil belajar
evaluasi mensaratkan dikua- sainya tipe hasil belajar sebelumnya.
Ranah
afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Sebagian ahli
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya apabila seseorang
memiliki penguasaan kognitif yang tinggi. Dalam kasus ujian nasional, setiap
kali diselenggarakan oleh pemerintah sangat menonjol bahwa yang menjadi
prioritas penilaian hanya mengukur ranah kognitif dan hampir melupakan ranah
afektif. Ranah ini terkadang kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Memang
para ahli mengakui bahwa alat-alat untuk mengukur segi afektif sangat sukar
dikembangkan. Hal tersebut disebabkan karena sulitnya membuat perta- nyaan yang
berkaitan dengan afektif siswa terhadap mata pelajaran.
Salah
satu contoh soal kalau membuat pertanyaan ranah kognit adalah seperti, “apa
yang dapat dilakukan oleh peserta didik”, maka kalau soal dari segi ranah
afektifnya pertanyaannya adalah seperti “apa yang mau dilakukan oleh peseta
didik.” Sebagai akibat dari sulitnya membuat pertanyaan yang bersifat afektif,
maka para guru lebih banyak menilai ranah kognitif semata. Tipe hasil belajar
afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap
pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru, dan teman-teman
sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Daryanto
mengemukakan ranah afektif meliputi lima kemampuan yaitu:
1.
Menerima (receiving). Dalam kondisi ini, peserta didik memiliki kesediaan atau
ke- mauan untuk ikut dalam fenomena atau stimulus khusus (kegiatan dalam kelas,
musik, baca buku dan lain sebagainya). Sikap ini memperlihatkan adanya minat
peserta didik untuk melakukan sesuatu.
2.
Menjawab (responding). Kondisi ini berkaitan dengan partisipasi peserta didik.
Pada tingkat ini, peserta didik tidak hanya menghadiri suatu fenomena tertentu,
tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajar dalam
jen- jang ini dapat menekankan kemauan untuk menjawab (misalnya secara sukarela
membaca buku tanpa ditugaskan) atau kepuasan dalam menjawab (misalnya untuk
kenikmatan atau kegembiraan.)
3.
Menilai (valuing). Jenjang ini bertalian denga nilai yang dikenakan siswa
terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu. Jenjang ini mulai
dari hanya sekedar penerimaan nilai (ingin memperbaiki keterampilan kelompok)
sampai ke tingkat komitmen yang lebih tinggi (menerima tanggung jawab untuk
fungsi kelompok yang lebih efektif).
4.
Organisasi (organization). Tingkat ini berhubungan dengan menyatukan
nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan/memecahkan konflik di antara
nilai-nilai itu dan mulai membentuk suatu sistem nilai yang konsisten secara
internal.
5.
Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai (characterization by a
value or value compelx). Pada jenjang ini, individu memiliki sistem nilai yang
mengontrol tingkah lakunya
untuk
suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”.
Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar
meliputi sangat banyak kegiatan, tetapi penekanan lebih besar diletakkan pada
kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik peserta
didik.
Kesempurnaan
ranah psikomotoris dapat diukur dari sejauhmana rana kognitf dan afektif
memberi pengaruh yang signifikan. Kecakapan psikomotis seseorang adalah segala
keterampilan aktifitas jasmaniah yang kongkrit dan mudah diamati, baik
kuantitasnya maupun kualitasnya, karena sifatnya sangat terbuka untuk diamati.
Kecakapan psikomotoris peserta didik merupakan manifestasi wawasan pengetahuan
yang dimiliki dengan tingkat kesadaran, sikap mental, dan keterampilannya.
Dalam pendidikan Islam, penilaian terhadap aspek psikomotorisnya terutama ditekankan
pada unsur pokok prilaku beribadah seseorag, misalnya salat, puasa, naik haji,
membaca Alquran, dan semisalnya.
Evaluasi
dalam aspek psikomotoris dapat dibagi atas lima taraf, yaitu: (a) persepsi,
yaitu mencakup kemampuan menafsirkan rangsangan, (b) kesiapan yakni mencakup
tiga aspek yaitu: intelektual, fisis, dan emosional, (c) gerakan terbimbing,
yakni kemampuan yang merupakan bagian dari keterampilan yang lebih kompleks,
(d) gerakan terbiasa yakni terampil melakukan suatu perbuatan, dan (e) gerakan
kompleks, yakni melakukan perbuatan motoris yang kompleks dengan lancar, luwes,
gesit, atau lincah.
Versi
lain membagi hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keteram- pilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu ke dalam enam tingkatan keterampilan
yaitu:
1.
Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar);
2.
Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;
3.
Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual auditif, motoris,
dan lain-lain;
4.
Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan;
5.
Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan
yang kompleks;
6.
Kemampuan yang berkenan dengan komunikasi.
Hasil
belajar yang dikemuakan di atas sebenarnya tidak berdiri sendiri, tetapi selalu
memiliki keterkaitan anatara satu dengan yang lainnya.
Adapun beberapa hal yang dapat
disimpulkan dari makalah ini adalah :
1. Hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya.
2. Ranah
objek hasil belajar diklasifikasikan menjadi 3, yaitu ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor.
3. Ranah
kognitif berkaitan dengan pengetahuan, sedangkan ranah afektif berkenaan dengan
sikap dan ranah psikomotor berkaitan dengan keterampilan.
Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nana Sudjana. 2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar